goodmoneyID – Kebijakan Penetapan Upah Minimum 2023 dirundung jalan terjal, menyusul sejumlah pertanyaan mendasar yang dialamatkan pada kebijakan tersebut.
Dari perspektif pelaku usaha, kebijakan tersebut seyogyanya dapat dirumuskan secara tepat sasar, komprehensif, dan sesuai koridor hukum yang berlaku sehingga dapat diimplementasikan demi menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini.
Ancaman resesi ekonomi global yang datang lebih cepat dari yang diperkirakan, perlindungan hukum terhadap iklim usaha yang kondusif dan rasa keadilan perlu dikedepankan agar pelaku usaha dapat tetap survive memberikan nilai tambah dari mata rantai ekonomi yang dihasilkan.
Pemikiran tersebut mengemuka setelah Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) menggelar rapat koordinasi dengan puluhan Asosiasi Pengusaha/Perusahaan Anggota KADIN yang dipimpin oleh Ketua Umum KADIN Indonesia Arsjad Rasjid di Menara Kadin, pada Rabu (23/11/2022).
Arsjad mengungkapkan, pelaku usaha pada dasarnya sepakat bahwa kondisi ekonomi nasional yang dinamis akibat resesi ekonomi global imbas dari konflik geopolitik perlu disikapi dengan cermat.
Salah satunya adalah dengan menjaga daya beli masyarakat, yang terefleksi dari kenaikan upah minimum.
Namun, pada sisi lain, kemampuan pelaku usaha merespon kondisi ekonomi saat ini juga harus diperhatikan agar tidak memberatkan pelaku usaha dan mengganggu iklim usaha.
Wakil Ketua Umum Bidang Hukum dan HAM KADIN Dhaniswara K. Hardjono menambahkan, jika mengacu pada kondisi hukum saat ini, UU Cipta Kerja (UUCK) secara sah dinyatakan masih berlaku dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun (inkonstitusional bersyarat) hingga ada perbaikan sebagaimana amar putusan MK sebelumnya.
Sepanjang UUCK masih dalam perbaikan, maka tidak diperkenankan adanya penerbitan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UUCK.
Permenaker No 18/2022 menjadikan PP No 36/2021 tentang Pengupahan menjadi salah satu acuan hukum. Karena PP No 36/2021 tersebut merupakan salah satu aturan pelaksana dari
UUCK yang diterbitkan sebelum adanya putusan inkonstitusional bersyarat, maka Permenaker No18/2022 memiliki kaitan dengan UUCK. Sehingga dengan dikeluarkannya Permenaker 18/2022 ini menimbulkan dualisme dan ketidakpastian hukum.
Untuk itu diperlukan putusan yudikatif untuk menjawab keambiguan yang muncul.
Menurut Arsjad, semangat yang ingin dikedepankan pelaku usaha adalah menjaga stabilitas investasi, kesejahteraan pekerja, dan keadilan bagi pengusaha.
“Untuk memastikan agar kebijakan tersebut tidak kontraproduktif, maka KADIN bersama dengan Asosiasi Pengusaha dan seluruh Perusahaan Anggota KADIN terpaksa akan melakukan uji materiil terhadap Permenaker No. 18/2022,” ujar Arsjad.
Langkah hukum terpaksa ditempuh karena dunia usaha perlu kepastian hukum. “Namun apapun hasilnya, pelaku usaha siap mematuhinya,” lanjutnya.