goodmoneyID – Wakil Ketua Umum II AFTECH Aldi Haryopratomo dalam welcoming remarks-nya menjelaskan bahwa pertumbuhan pesat industri fintech dan ekosistem ekonomi digital di Indonesia masih memiliki banyak tantangan. Meskipun inklusi keuangan Indonesia telah mencapai 85,10% pada tahun 2022, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia baru mencapai 49,68% di tahun yang sama.
Selain itu, World Bank menyebutkan hingga saat ini jumlah penduduk dewasa Indonesia yang masih masuk ke dalam kategori unbanked di tahun 2022 mencapai 97,74 juta orang dari total 190 juta penduduk dewasa Indonesia di tahun tersebut. Di antara penduduk kelompok unbanked tersebut, sebanyak 36% menyebut jarak merupakan penghalang untuk mendapatkan akses ke rekening bank dan 55% penduduk tersebut memiliki ponsel.
“Pada prinsipnya, Potensi pertumbuhan fintech dan ekonomi digital Indonesia sangatlah besar terutama jika didorong oleh penguatan sinergi antara seluruh pemangku kepentingan ekosistem ekonomi digital. Contohnya adalah kolaborasi antara bank dan fintech yang merupakan salah satu kunci dalam melahirkan semakin banyak inovasi dalam mengakselerasi inklusi dan literasi keuangan,” jelas Aldi.
Lebih lanjut, Aldi memaparkan bahwa Pertumbuhan industri fintech dan ekosistem ekonomi digital di Indonesia mengalami lonjakan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Laporan SEA e-Conomy 2023 oleh Temasek, Google, dan Bain & Company mencatat bahwa nilai ekonomi digital Indonesia sebesar USD82 miliar di tahun 2023, dan diperkirakan akan mencapai USD109 miliar di tahun 2025, atau rata-rata tumbuh 15% per tahun.
Adopsi fintech di Indonesia juga terlihat dari tingginya jumlah transaksi pembayaran digital, yang mencakup transaksi uang elektronik sebesar Rp116,54 triliun dan transaksi QRIS sebesar Rp56,92 triliun per Triwulan III 2023.
“Jika kita lihat dari sektor peer to peer lending dan aset kripto, maka angkanya juga cukup tinggi. Hingga periode September 2023, penyaluran pinjaman peer-to-peer lending sebesar Rp55,70 triliun per September 2023; serta nilai transaksi Aset Kripto yang telah mencapai Rp94,4 triliun investasi. Oleh karena itu, kami melihat sektor fintech memiliki potensi untuk terus tumbuh ke depannya, namun juga harus didukung oleh sinergi dan kolaborasi antara pelaku industri dan juga regulator,” paparnya.
Pertumbuhan sektor fintech juga harus diimbangi juga dengan kemampuan konsumen dalam melakukan pinjaman yang produktif dan bertanggungjawab. Hal inilah yang menjadi fokus pembahasan webinar AFTECH bersama JULO pada 29 November 2023 dengan tema “Peran Fintech Lending dalam Memberdayakan Individu dan Membangun Keuangan yang Tangguh dan Bertanggungjawab.”
Dalam webinar ini, Chief Risk Officer JULO Harri Suhendra mengungkapkan berdasarkan
catatan OJK, terdapat outstanding pinjaman peer-to-peer lending atau fintech lending hingga September 2023 tercatat mencapai Rp 55,70 triliun.
“Jika merujuk kepada SEOJK No.19/SEOJK.06/2023, maka terdapat Penetapan batas Bunga dan Biaya Lainnya ditetapkan berdasarkan jenis pendanaan yaitu konsumtif dan produktif. Hal ini diharapkan dapat mendorong konsumen untuk secara bijak secara finansial dalam menggunakan kredit digital untuk keperluan produktif dan untuk meningkatkan kualitas hidupnya,” jelas Harri.
Lebih lanjut, Harri menjelaskan penetapan batas bunga dan biaya lainnya oleh OJK dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia jika dipergunakan untuk pengembangan usaha dan memiliki kesempatan untuk mencapai tujuan atas usaha yang tengah dirintis maupun yang sudah berjalan.
Dalam kesempatan yang sama, CEO dan Co-founder Skorlife Ongki Kurniawan
mengungkapkan penting bagi generasi muda untuk dapat membangun reputasi keuangan sejak dini. Dengan demikian, pemberi pinjaman lebih mudah mencairkan kredit/pembiayaan kepada peminjam yang memiliki reputasi keuangan yang baik dengan riwayat pengembalian pinjaman secara tepat waktu.
“Untuk meningkatkan reputasi keuangan bagi generasi muda, caranya adalah dengan
meningkatkan skor kredit yang dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti memiliki kartu kredit dengan limit rendah dan digunakan dengan bertanggungjawab dan disiplin membayar tagihan secara tepat waktu,” jelas Ongki.
Dengan mulai membangun skor kredit sejak dini, maka generasi muda dapat mulai memiliki reputasi keuangan yang positif. Hal ini akan membantu mereka ketika akan melakukan pinjaman dengan limit yang lebih besar karena telah memiliki track record yang positif dalam melakukan pinjaman.
Acara webinar lainnya yang juga diikuti oleh publik merupakan Fintech Talk yang turut
mengundang Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), Veda Praxis, dan Japelidi. Fintech Talk yang diselenggarakan Kamis, 30
November 2023 mengangkat tema “A Deep Dive into Fraud Detection in Fintech Industry.”
Dalam webinar ini, Analis Senior Deputi Direktur Pengaturan Edukasi dan Pelindungan
Konsumen OJK Ridhony Marisson Hutasoit mengungkapkan masih terdapat berbagai
tantangan perlindungan konsumen terkait penggunaan fintech. Tantangan-tantangan tersebut meliputi tingkat literasi keuangan yang belum optimal dan masih adanya gap terkait tingkat inklusi keuangan.
“Untuk menghadapi tantangan tersebut, OJK mendorong konsumen untuk dapat memahami dan menyadari penggunaan data dan informasi yang disampaikan oleh penyedia layanan fintech. Konsumen juga perlu memastikan bahwa platform yang mereka gunakan memiliki fitur keamanan yang memadai,” jelas Ridhony.
Ridhony juga menekankan bahwa untuk meningkatkan literasi keuangan dan meningkatkan inklusi keuangan, maka dibutuhkan kolaborasi erat lintas sektor antara regulator, pelaku industri, dan juga konsumen. Kolaborasi erat ini tentunya dapat mendorong pertumbuhan tingkat literasi keuangan pada masyarakat sekaligus mendorong tingkat inklusi keuangan.
“Oleh karena itu, dibutuhkan mitigasi risiko untuk mencegah kejahatan di sektor keuangan digital, termasuk fintech. Hal ini membutuhkan kolaborasi antara regulator, pelaku industri, dan juga konsumen. Kolaborasi antara seluruh stakeholders merupakan hal yang sangat penting, sehingga dapat meningkatkan literasi dan mendorong pertumbuhan inklusi keuangan digital. Lebih lanjut, kolaborasi ini juga mampu menjadi faktor pendorong efektivitas mitigasi risiko kejahatan di sektor keuangan digital,” pungkas Ridhony.