goodmoneyID- Di tengah hidupnya sebagai orangtua tunggal dengan tiga anak, Tachi (40) menyimpan harapan besar untuk memperbaiki kondisi keuangan keluarganya. Bermodal keberanian, ia meminjam uang Rp 20 juta melalui aplikasi pinjaman daring, berharap dapat mengembangkan usaha kecilnya di toko kecil yang ia sewa tak jauh dari rumah orangtuanya di Semarang Jawa Tengah.
Namun, takdir berkata lain. Kurangnya perhitungan matang dan ketidaktepatan waktu dalam membayar cicilan berubah menjadi bencana yang menjerat dirinya dalam utang berbunga tinggi yang hampir tak terbayarkan.
Saat pinjaman awal disetujui, Tachi merasa optimis. Proses yang cepat dan syarat yang mudah membuatnya tidak berpikir panjang. Namun, saat usaha berjalan tak sesuai rencana, pendapatan dari jualan tak selalu mencukupi untuk membayar cicilan tepat waktu. Setiap keterlambatan menambah jumlah bunga yang mencekik. Dalam hitungan bulan, utangnya bukan lagi Rp 20 juta, melainkan berlipat menjadi Rp50 juta.
“Saya benar-benar tak menyangka bunga bisa melonjak setinggi itu hanya karena terlambat membayar,” ungkap Tachi sambil menunduk, mengenang awal mula jerat utang yang menghancurkan harapannya.
Akibat keterlambatan yang terus berulang, beban bunga menggunung tanpa kendali, memaksanya menggadaikan mobil satu-satunya. Namun, penjualan mobil pun tak cukup menutupi sisa utang yang terus merangkak naik.
Merasa terdesak, Tachi mencari pinjaman tambahan ke teman dan keluarga, meskipun itu hanya untuk membayar bunga yang semakin menumpuk. Akan tetapi, upaya itu justru membuatnya semakin terperangkap dalam lingkaran utang.
Penderitaan Tachi tidak hanya berhenti pada sisi finansial. Ancaman demi ancaman terus berdatangan dari pihak pinjaman daring. Tanpa ampun, mereka menyebarkan data pribadinya hingga foto tak senonoh yang direkayasa, dikirimkan ke nomor kontak yang tersimpan di ponselnya. Nama baiknya hancur, martabatnya jatuh, dan Tachi hanya bisa merasakan getirnya dampak dari keputusan awal yang dulu tampak begitu sederhana.
Dengan suara yang hampir tak terdengar, Tachi berbicara tentang penyesalan dan harapannya. “Seandainya dulu saya paham risikonya, mungkin saya tak akan masuk ke dalam situasi ini. Hidup ini bukan hanya tentang uang, tapi tentang harga diri yang telah tercabik-cabik,” ujarnya.
Heri (42), seorang pengusaha event organizer dan ayah dari empat anak yang tinggal di Depok Jawa Barat, melihat dunia pinjaman daring sebagai jalan pintas yang berbahaya. Baginya, mempertahankan bisnis tanpa utang berbunga tinggi adalah prinsip yang tak bisa ditawar. Keteguhannya ini lahir dari keinginannya untuk menghindari riba dan memastikan keluarganya tidak terbebani risiko yang bisa muncul kapan saja.
“Pinjaman daring memang kelihatan mudah di awal, tapi saya sudah melihat sendiri dampak buruknya bagi teman-teman saya,” ujar Heri sambil mengingat beberapa rekan sesama pebisnis yang terjerat utang hanya karena mencari modal tambahan. Dalam pandangannya, meminjam tanpa perhitungan matang adalah jalan menuju kesulitan besar.
Heri bercerita tentang temannya, seorang pengusaha kecil yang, karena terdesak kebutuhan, mengambil pinjaman daring tanpa benar-benar memahami risikonya. Namun, mimpi membesarkan usaha justru berubah menjadi mimpi buruk, karena alih-alih mengembangkan bisnis, pendapatan yang diperoleh hanya habis untuk melunasi bunga yang terus bergulung setiap bulannya. “Modal yang seharusnya untuk ekspansi malah digunakan untuk membayar utang. Setiap bulan, yang ia bayar bukan pokoknya, tapi hanya bunganya,” jelas Heri prihatin.
Ia menegaskan bahwa langkah untuk memperbesar bisnis tak seharusnya mengorbankan kestabilan finansial. Menurutnya, pengelolaan keuangan yang baik lebih penting dibandingkan akses cepat pada dana yang berisiko. “Daripada meminjam uang dari aplikasi dengan bunga yang bisa membengkak, saya lebih memilih menabung atau mencari rekanan bisnis yang bisa diajak bekerja sama tanpa bunga. Lebih aman dan tidak membuat kita was-was,” ujarnya dengan yakin.
Baginya, riba dalam pinjaman daring bukan hanya soal ekonomi, tapi juga soal prinsip hidup. Heri sadar bahwa risiko yang ditimbulkan tak hanya berpengaruh pada bisnisnya, tetapi juga pada kehidupan keluarganya. Dengan empat anak yang membutuhkan perhatian dan dukungan finansial, ia tak ingin terjebak dalam utang yang bisa menghancurkan segala yang ia bangun selama bertahun-tahun.
Berbeda dengan Tachi dan Heri, Rahman (55), seorang pengusaha yang telah lama berkecimpung di bisnis pembuatan tempe di Pasar Minggu Jakarta Selatan, memiliki pandangan yang positif terhadap pinjaman daring. Di saat banyak orang merasa trauma dengan bunga tinggi dan risiko pinjaman daring, Rahman justru melihatnya sebagai peluang untuk mengembangkan usahanya. Baginya, kunci sukses menggunakan layanan pinjaman daring adalah kedisiplinan dalam membayar tepat waktu dan tepat jumlah.
“Awal Pinjam Rp5 juta, kenapa berani karena saya sudah jatuh bangun menjalankan bisnis tempe ini, sudah balik modal, dengan pinjaman daring ini, saya ingin memperluas pabrik tempe saya menjadi lebih besar dan bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja,” kata Rahman.
Kemiskinan di daerah tempatnya tinggal memotivasi Rahman untuk memperluas ekspansi bisnisnya.” Saya lihat banyak sekali orang miskin susah cari kerja, melalui bisnis saya, saya bisa membuka lapangan kerja,” ujar dia.
Untuk itu, Rahman dengan bijak memanfaatkan pinjaman daring sebagai alat untuk mencapai “up scale” atau peningkatan skala bisnis yang selama ini ia cita-citakan. “Saya sadar, syarat utama dalam memanfaatkan pinjaman daring adalah komitmen untuk membayar tepat waktu dan tepat jumlah. Kalau kita bisa disiplin, bunga tidak akan jadi masalah yang membebani,” ujar Rahman.
Melalui pembayaran tepat waktu, Rahman berhasil menjaga hubungan baik dengan platform pinjaman yang ia gunakan. Karena kepercayaan yang telah terbangun, pihak pindar bahkan menawarkan tambahan modal pada Rahman untuk mendukung ekspansi bisnisnya. “Sekarang saya mendapatkan kepercayaan pinjaman Rp500 juta, namun masih saya perhitungkan dengan memperitungkan risikonya kedepan,” jelasnya.
Keberhasilannya dalam mengelola pinjaman daring juga didorong oleh strategi keuangan yang matang. Sebelum meminjam, Rahman selalu membuat perhitungan risiko dan menyusun anggaran pembayaran secara rinci.
Ia tidak hanya mengandalkan pinjaman daring untuk membiayai operasional sehari-hari, tetapi menjadikannya sebagai modal khusus untuk investasi alat dan bahan baku yang akan langsung meningkatkan produktivitas. Hal ini membuat pendapatan usahanya mampu mengimbangi beban pinjaman tanpa kesulitan yang berarti.
Oleh: Devi P.Wihardjo