![]()
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan | www.ppatk.go.id Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) meluncurkan Pilot Survei Indeks Efektivitas Kinerja Rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APUPPT–PPSPM).
Langkah ini menjadi tonggak penting dalam memperkuat sistem nasional pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) serta pendanaan terorisme (TPPT) di Indonesia. Kegiatan yang digelar di Jakarta ini menandai perubahan besar arah kebijakan rezim APUPPT tidak hanya sekadar memenuhi kewajiban administratif menjadi rezim yang berorientasi pada hasil nyata dan terukur.
Acara dibuka oleh Deputi Bidang Pelaporan dan Pengawasan Kepatuhan PPATK, Fithriadi, dan diresmikan oleh Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko KumHAM Imipas), Otto Hasibuan, yang mewakili Ketua Komite TPPU.
Ukur Efektivitas, Bukan Sekadar Kepatuhan
Deputi PPATK, Fithriadi, menjelaskan bahwa pembangunan indeks ini merupakan mandat PPATK sebagai Sekretariat Komite TPPU untuk memperkuat koordinasi lintas lembaga dalam memerangi kejahatan keuangan.
“Kita ingin beranjak dari budaya administratif menuju budaya efektivitas. Indeks ini menjadi alat ukur nasional untuk menilai sejauh mana kebijakan dan koordinasi kita benar-benar berdampak dalam mencegah, mendeteksi, dan menindak pencucian uang serta pendanaan terorisme,” ujar Fithriadi.
Indeks ini dikembangkan secara ilmiah dan partisipatif, melibatkan regulator, aparat penegak hukum, industri pelapor, hingga kalangan akademisi. Melalui lima dimensi pengukuran utama, indeks ini akan membantu pemerintah,mengidentifikasi capaian dan tantangan aktual di setiap sektor, mengukur efektivitas kebijakan dan koordinasi lintas lembaga, serta menyediakan dashboard kebijakan nasional berbasis data dan bukti (evidence-based policy).
“Indonesia tidak menunggu dunia menilai, tetapi memilih melakukan penilaian diri Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan | www.ppatk.go.id sendiri secara jujur dan berkelanjutan,” tambahnya.
Sinergi Kelembagaan di Era Baru Komite TPPU
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menko KumHAM Imipas, Otto Hasibuan, menyampaikan apresiasi kepada PPATK atas inisiatifnya membangun instrumen pengukuran yang kredibel dan komprehensif.
“Atas nama Komite TPPU, saya mengapresiasi langkah PPATK. Indeks ini bukan sekadar angka, melainkan refleksi nasional agar setiap kebijakan kita memberi dampak nyata bagi ketahanan sistem keuangan dan keadilan sosial,” ujar Otto.
Ia menambahkan, pasca terbitnya Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2025, struktur Komite TPPU kini dipimpin oleh Menko KumHAM Imipas. Perubahan ini memperkuat koordinasi lintas sektor dalam mengawal kebijakan nasional berbasis data dan hasil pengukuran yang kredibel.
Persiapan Menuju FATF Review 2029
Fithriadi juga menegaskan bahwa pengembangan indeks ini merupakan bagian dari strategi nasional menghadapi FATF Mutual Evaluation Review (MER) 2029. Dalam evaluasi tersebut, Indonesia akan dinilai berdasarkan metodologi penilaian terbaru yang menekankan efektivitas hasil.
“Sebagai anggota penuh FATF, kita punya tanggung jawab global untuk memastikan sistem kita bukan hanya patuh terhadap 40 rekomendasi FATF, tapi juga efektif dalam mencapai 11 Immediate Outcomes. Indeks ini menjadi fondasi menuju ke sana,” jelasnya.
Kolaborasi Akademisi dan Profesional
Untuk memastikan objektivitas dan kualitas ilmiah, PPATK menggandeng konsorsium akademisi nasional yang dipimpin oleh Prof. Ningrum Natasya Sirait sebagai penjamin mutu.
Tim ini bekerja bersama konsultan profesional dalam merancang metodologi survei, validasi instrumen, dan analisis hasil.
“Pilot survei ini menjadi tahap awal untuk menguji metodologi sebelum diterapkan secara nasional pada 2026. Kami ingin memastikan hasilnya kredibel, ilmiah, dan bisa dipertanggungjawabkan,” kata Fithriadi.
Manfaat Bagi Publik dan Sektor Keuangan
Survei ini tidak hanya bermanfaat bagi lembaga pemerintah, tetapi juga bagi industri dan masyarakat luas.
Melalui hasil pengukuran yang terbuka dan berbasis data, kebijakan publik di bidang keuangan akan menjadi lebih terarah, akuntabel, dan efektif dalam melindungi masyarakat dari risiko kejahatan keuangan.
“Rezim APUPPT yang kuat tidak bisa berdiri di atas satu lembaga. Ini kerja kolektif seluruh bangsa. Dengan kompas kebijakan yang jelas dan berbasis bukti, kita bisa membangun sistem keuangan yang tangguh, berintegritas, dan dipercaya dunia,” tutup Fithriadi.