goodmoneyID – Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW), Budi Hikmat memperkirakan, aliran modal asing masih tertahan untuk masuk ke negara-negara berkembang, seperti Indonesia, sebab menunggu hasil pilpres di Amerika Serikat (AS).
Budi menilai kemenangan Biden cenderung positif bagi negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebab kebijakan presiden Trump yang ‘ultra-populis’ selama ini cenderung membuat perekonomian dunia kurang imbang namun berisiko memicu gejolak yang lebih kompleks di masa yang akan datang.
“Stimulus masif defisit fiskal, terutama pemotongan pajak korporasi yang lebih berpihak kepada kelompok ekonomi atas, telah menyebabkan perekonomian AS relatif paling kuat dibandingkan negara lain. Sementara stimulus moneter berupa penurunan suku bunga dan penggelontoran likuiditas telah memicu kenaikan harga saham di Amerika Serikat. Hal ini ternyata sekaligus menyebabkan investor enggan masuk ke negara berkembang,” ujar Budi dalam keterangan pers pada hari Selasa, (3/11).
Selain hasil pilpres AS, Budi juga memandang market juga menanti solusi penanganan dari wabah COVID-19 dimana saat ini Eropa tengah mengalami gelombang kedua (second wave).
Kendati melihat peluang keuntungan di pasar saham sekira Biden menang, Budi mengingatkan investor untuk siaga menyikapi volatilitas terutama yang bersumber dari nilai tukar. Sejauh ini investor asing menyukai SBN Indonesia dalam mata uang asing yang relatif aman terhadap risiko nilai tukar.
Posisi kepemilikan investor asing dalam SBN tercatat sebesar Rp 952 triliun. Angka ini sudah naik dari posisi terendah Rp 917 triliun namun masih belum kembali melampaui posisi pre-COVID Rp 1090 triliun.
Untuk mengukur efektivitas stimulus, PT Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW) anak usaha dari IFG Grup, Holding Asuransi dan Penjaminan BUMN, mencermati tiga hal. Pertama, apakah stimulus fiskal untuk bantuan sosial dan pelonggaran moneter memacu pertumbuhan jumlah uang beredar.
“Dan secara spesifik kami mencermati pertumbuhan M1 sebagai ukuran daya beli. Ada khabar baik mengingat pertumbuhan M1 melonjak 19,3 % per Agustus dibanding setahun lalu. Indikator kedua apakah investor asing kembali masuk ke dalam SBN untuk memperkuat posisi rupiah. Ada isyarat baik, selama Oktober investor asing terus masuk. Dan ketiga, apakah perbankan yang sudah memiliki likuditas mau menyalurkan kredit. Walau secara tahunan masih mengecewakan, angka bulanan pertumbuhan kredit sudah menunjukkan perbaikan,” tutup Budi.