goodmomeyID – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyambut baik hadirnya indeks usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk mengukur aktivitas bisnis dan ekspektasi para pengusaha.
Indeksini diyakini bisa memacu pelaku UMKM untuk lebih maju dan mendapat sokongan yang tepat dari pemerintah, swasta dan Badan Usaha Milik Negara.
Menurut Anggota Dewan Pertimbangan Apindo Franky Sibarani, indeks usaha mikro dan kecil akan berdampak pada semakin banyaknya pelaku UMKM yang naik kelas. Hal tersebut otomatis berdampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Pernyataan Franky disampaikan menanggapi hadirnya BRI Micro and SME Index (BMSI) yang diluncurkan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Rabu (11/11). BMSI adalah indeks tentang UMKM pertama di Indonesia yang memotret kondisi usaha mikro dan kecil setiap 3 bulan sekali.
“Bagus sekali inisiatif dari BRI, memacu UMKM untuk maju dan lebih banyak yang naik kelas. Semakin banyak UMKM yang terlibat akan lebih baik. Indeks ini bisa dikembangkan nanti, tentu dengan dukungan pemerintah, supaya lebih masif,” ujar Franky di Jakarta, Kamis (12/11).
BMSI adalah indeks yang dibuat BRI untuk menilai kondisi pelaku UMKM saat ini dan ekspektasi mereka hingga kurun 3 bulan mendatang. Indeks ini terdiri atas dua indikator yakni Indeks Aktivitas Bisnis (IAB) dan Indeks Ekspektasi Aktivitas Bisnis (IEAB).
BMSI bersifat nasional dan akan dipublikasikan rutin setiap kuartal oleh BRI, sehingga diharapkan menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan publik, khususnya di UMKM.
“Indeks ini kami launching untuk digunakan sebagai alat ukur aktivitas bisnis UMKM, dan kami buat sebagai bentuk kepedulian BRI terhadap aktivitas UMKM Indonesia, serta menjadi leading indicator pertama di Indonesia yang mengukur aktivitas UMKM,” ujar Direktur Utama BRI Sunarso kemarin.
Bagi BRI sendiri, BMSI menjadi guidelines dalam menumbuhkan UMKM, terutama dalam menyusun strategi dan pendekatan yang benar terhadap UMKM. Sesuai dengan tujuannya, BMSI dapat juga dijadikan salah satu indikator untuk keperluan monitoring dan early warning system (EWS) terhadap keberlangsungan usaha debitur UMKM.
“Dengan indeks ini kita melihat kira-kira situasi kegiatan UMKM saat ini seperti apa dan ekspektasi 3 bulan ke depan itu seperti apa. Sekarang yang kita baca adalah ekspektasinya UMKM itu positif, akan menggeliat maka kita siapkan produknya, layanan, dan sistem layanannya, supaya approach-nya itu sesuai dengan apa yang dibutuhkan di lapangan. Itu yang saya katakan bahwa BSMI akan menjadi pedoman untuk menumbuhkan UMKM,” jelas Sunarso.
Di sisi lain, Franky berkata BMSI merupakan hal yang beda dengan kebutuhan pendataan tunggal UMKM di Indonesia. Menurutnya, kehadiran indeks khusus ini tidak meniadakan kebutuhan akan hadirnya basis data tunggal UMKM. Karena itu, dia berharap pembuatan basis data UMKM dapat segera dibentuk oleh pemerintah.
“Satu data dari Usaha Mikro sampai Usaha Menengah kapasitasnya pasti berbeda. Sehingga akses ke indeks tentu yang Usaha Menengah akan lebih banyak. Sementara pendataan, kita perlu untuk pengembangan Usaha Mikro yang jumlahnya 63 juta. Leadnya harus oleh Kementerian Koperasi dan UKM dan melibatkan semua stakeholder termasuk swasta, serta BUMN,” ujarnya.
Berdasarkan publikasi perdana BSMI pada kuartal III tahun ini, terlihat bahwa kondisi pelaku UMKM saat ini sudah mulai bangkit. Indeks UMKM tercatat naik dari 65,5 menjadi 84,4 per September 2020.
BSMI juga merekam ekspektasi pelaku UMKM yang meningkat hingga 109,3 untuk kuartal IV/2020. Peningkatan ini menandakan adanya optimisme pengusaha akan perbaikan kondisi ekonomi mulai akhir tahun ini.