godmoneyID – Pekan Fintech Nasional (PFN) 2020 yang akan berlangsung dari 11-25 November 2020 diawali dengan kegiatan Indonesia Fintech Summit (IFS) 2020 pada 11-12 November, yang bertemakan “To Survive and To Thrive: Accelerating National Economic Recovery through Concerted Efforts in the Digitization of Indonesia’s Financial Services”.
“Fintech telah memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional dan menambah akses masyarakat terhadap pembiayaan. Namun, masih ada pekerjaan rumah yang besar karena indeks inklusi keuangan kita masih tertinggal dibandingkan beberapa negara lain. Harapannya, para inovator fintech tidak hanya berperan sebagai penyalur pinjaman dan pembayaran online, tetapi sebagai penggerak utama literasi keuangan digital bagi masyarakat,” jelas bapak Joko Widodo, Jakarta, Jumat (12/11)
Fintech diharapkan dapat mendampingi perencanaan keuangan serta memperluas UMKM dalam hal akses pemasaran e-commerce. Selain itu, para pelaku industri fintech perlu memperkuat tata kelola yang lebih baik serta memitigasi berbagai potensi risiko yang ada.
Berfokus untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional dan mendukung transformasi digital, Indonesia Fintech Summit 2020 menjadi upaya sinergi antara para pelaku industri fintech dan regulator. Terutama di tengah masa pandemi, kolaborasi yang dijalin harus semakin gencar sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III 2020 yang membaik, didorong meningkatnya realisasi stimulus Pemerintah serta mulai membaiknya mobilitas masyarakat dan permintaan global.
Fintech atau ekonomi digital dinilai mampu mendukung pemulihan ekonomi khususnya selama diberlakukannya pembatasan sosial skala besar (PSBB) berkat kontribusinya bagi individu dan UMKM untuk bertransaksi. “Fintech memegang peranan yang penting saat ini, bahkan AFTECH mencatat sebanyak 55 inisiatif dari 52 perusahaan fintech menyasar masyarakat sebesar 47,3%, UMKM sebesar 45,4%, pemerintah 5,5%, dan 1,8% lainnya guna mengurangi dampak ekonomi COVID-19,” jelas Niki Luhur, Ketua Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH).
Dukungan lainnya juga terlihat dari kontribusi bagi lembaga keuangan seperti memfasilitasi pelaku bisnis untuk memiliki alat pembayaran, penyelesaian dan kliring, mewujudkan implementasi investasi yang lebih efisien, memitigasi risiko dari sistem pembayaran konvensional serta menabung dan mendanai. Beberapa topik bahasan yang menjadi sorotan diskusi dalam IFS 2020 antara lain: (i) Digitalisasi sistem pembayaran Indonesia dan dampaknya terhadap perekonomian; (ii) Inovasi keuangan digital: SupTech dan RegTech; (iii) Teknologi dan infrastruktur fintech; dan (iv) Perkembangan Fintech Syariah di Indonesia.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo pun memaparkan bahwa dua poin menuju Indonesia Maju, yaitu Optimis dan Digitalisasi. Optimis, bahwa seperti diketahui pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III 2020 membaik begitu pula proyeksi di triwulan IV, dan optimis bahwa pertumbuhan ekonomi tahun depan akan mencapai 5% dan lima tahun ke depan mencapai 6%.
Digitalisasi, merupakan salah satu kunci sumber pertumbuhan ekonomi ke depan. Selaras dengan transformasi digital yang digagas oleh Presiden RI, BI pada tahun 2019 memulai transformasi digital pada sistem pembayaran dengan meluncurkan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025, yang sekarang telah mengalami kemajuan yang luar biasa dengan inisiatif-inisiatif sebagai berikut :
1) QRIS, yang telah mencapai lebih dari 5 juta merchant di seluruh Indonesia,
2) mendorong digitalisasi perbankan dan interlink dengan fintech melalui standarisasi API, 3) BI-FAST yang mendukung infrastruktur SP ritel yang real-time, 24/7, dan efisien, serta 4) reformasi pengaturan pembayaran digital. Digitalisasi sistem pembayaran berperan sangat penting untuk mendukung transformasi digital ekonomi dan keuangan.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santosomengatakan, digitalisasi Sektor Jasa Keuangan harus didukung dengan iklim regulasi yang memadai untuk menghindari regulatory arbitrage dan praktik moral hazard serta tetap melindungi kepentingan konsumen namun tetap kondusif mendukung inovasi.
“Sehingga ke depannya penting untuk disiapkan percepatan penerbitan UU Perlindungan Data Pribadi dan UU Keamanan dan Ketahanan Siber, melakukan enhancement ketentuan dengan prinsip Same Business-Same Risks-Same Rules, memperkuat pengawasan berbasis teknologi (Suptech) bagi seluruh LJK dan Perusahaan Fintech, melakukan enhancement regulatory sandbox dan mengoptimalkan peran SRO seperti AFTECH dan AFPI dalam pelaksanaan pengawasan market conduct,” ujar Wimboh.
Dalam kesempatan ini, Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati juga menjelaskan bahwa IFS 2020 merupakan momentum yang tepat bagi seluruh pelaku industri fintech dan regulator terkait untuk bersama-sama saling mendukung, mengedukasi dan meliterasi keuangan digital kepada masyarakat.
“Indonesia memiliki potensi yang sangat luar biasa di bidang ekonomi digital, namun potensi ini tidak akan menjadi sesuatu yang konkrit apabila kita tidak membangun submission dan necessary condition. Hal ini berarti kita perlu memiliki infrastruktur yang memungkinkan untuk seluruh masyarakat agar tidak mengalami ketertinggalan. Berdasarkan riset dari World Economic Forum, potensi kita berada pada empat kunci, yakni infrastruktur, SDM, institusi, dan regulasi.”
Tidak hanya wawasan dari dalam negeri, dua hari pelaksanaan IFS 2020 ini juga akan diramaikan oleh pembicara dari kancah internasional seperti Direktur Pembiayaan MPOWER Scott Mackenzie Wallace, Pejabat Program Layanan Keuangan untuk masyarakat Miskin Yayasan Bill & Melinda Gates Brooke Patterson, Direktur Regional Wechat Pay Aaralyn Tong.
“Sejumlah pembicara yang hadir tidak hanya dari dalam, tetapi juga luar negeri karena kami melihat penting untuk tidak hanya belajar dari negeri sendiri. Kini waktunya melangkah lebih besar dengan saling bertukar wawasan, sehingga kita dapat mewujudkan sinergi yang lebih baik bagi ekosistem fintech,” tutup Niki Luhur.