goodmoneyID – Pembentukan holding BUMN untuk ultra mikro diyakini akan mempercepat pemulihan kondisi ekonomi pelaku usaha ultra mikro. Hal ini secara langsung akan berdampak pada perbaikan perekonomian nasional yang selama ini pertumbuhannya dimotori oleh pelaku UMKM dan ultra mikro.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun menyampaikan, pembentukan holding ultra mikro merupakan upaya yang tepat dari pemerintah untuk mendorong kinerja ultra mikro yang menjadi penopang ekonomi nasional.
“Dalam holding ini ada BRI, Pegadaian dan PNM. Menurut saya ini adalah upaya konsolidatif pemerintah yang akan mengakselerasi pemulihan ekonomi,” kata Misbakhun dalam rilis yang diterima goodmoneyID, Senin (4/5).
Dia menjelaskan, usaha ultra mikro adalah adalah segmen ekonomi yang terbentuk secara natural di Indonesia. Selama pandemi, sektor ini menjadi alternatif banyak masyarakat untuk tetap bertahan menyambung hidup, termasuk bagi mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja.
Seperti diketahui, holding BUMN ultra mikro akan dibentuk pemerintah melibatkan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Pegadaian (Persero), dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM. Holding ini rencananya terbentuk maksimal pada kuartal III tahun ini.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, hingga 2020 lalu proporsi pembiayaan UMKM terhadap total kredit perbankan baru mencapai 19,97 persen. Padahal pelaku usaha di Indonesia 99 persen adalah segmen UMKM. Di satu sisi, penyerapan tenaga kerja dari sektor ini mencapai 97 persen dan memberi kontribusi terhadap PDB sebesar 60 persen. Kalau tidak ada upaya apapun, maka sulit bagi UMKM termasuk ultra mikro untuk naik kelas mengembangkan kapasitas usaha dan daya saing.
Sinergi ekosistem ultra mikro yang dibentuk Pemerintah bertujuan untuk mendukung visi dalam memberdayakan usaha ultra mikro, mempercepat laju inklusi keuangan, pembiayaan berkelanjutan, serta menyasar sekitar 57 juta nasabah ultra mikro, dimana 30 juta di antaranya belum terakses ke sumber pendanaan lembaga keuangan formal. Ekosistem ini akan memberikan layanan produk yang lebih lengkap dan potensi pendanaan yang lebih murah untuk sekitar 29 juta usaha ultra mikro pada tahun 2024.
Kehadiran holding ultra mikro, menurut Misbakhun, akan menciptakan ekosistem yang lengkap bagi pelaku ultra mikro untuk dapat lebih memacu kinerjanya. Alasannya, setiap lembaga yang terlibat memiliki karakteristik berbeda yang bisa menjadi anak tangga bagi pelaku usaha ultra mikro terus mengembangkan usahanya.
Misbakhun yakin holding BUMN ini akan mampu membina pelaku UMKM untuk menerapkan tata usaha lebih baik, termasuk implementasi digital.
“Segmen ini memiliki skala bisnis yang feasible, tetapi secara perbankan memang masih belum. Nah ini lah perlunya ekosistem untuk membina mereka,” tegasnya.
Dukungan atas rencana pembentukan holding BUMN ultra mikro juga dikemukakan oleh Pakar Hukum Administrasi dan Keuangan Publik Universitas Undonesia (UI) Dian Simatupang.
Menurut Dian, langkah pemerintah tersebut patut mendapat apresiasi. Alasannya, aksi korporasi ini akan menciptakan efisiensi bisnis dan membuka peluang BUMN terlibat untuk bekerja lebih cepat dan tidak terpaku pada pakem birokrasi pemerintahan.
Pemerintah, ujar Dian, didorong segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk menjadi landasan pembentukan holding BUMN untuk ultra mikro. Keberadaan PP menjadi penting untuk meneguhkan eksistensi holding BUMN ultra mikro, dan membuat sinergi tersebut bisa beraktivitas secara efektif ke depannya.
“Ini perlu dibuat PP karena merujuk PP Nomor 72 Tahun 206, pada saatnya holding terjadi nanti BRI akan menjadi induk PNM dan Pegadaian. Itu artinya terjadi perubahan struktur penyertaan modal negara,” ujar Dian.
Sementara itu, Menteri BUMN Erick Thohir dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI belum lama ini mengungkapkan bahwa holding ultra mikro akan fokus pada gerakan pemberdayaan bisnis melalui keberadaan PNM. Selain itu, pengembangan bisnis UMKM dan ultra mikro akan dilakukan melalui Pegadaian dan BRI.
“Ekosistem ini ingin memastikan terdapatnya penurunan bunga pinjaman. Ini yang selama ini menjadi konteks hambatan bagaimana, kenapa, UMi dan UMKM tidak mendapat pendanaan yang lebih baik,” tutur Erick