goodmoneyID – Polemik pengelolaan jaminan sosial berupa jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian pegawai honorer Pemerintah antara BPSJ Ketenagakerjaan (BPJSTK) dan PT Taspen (Persero) serta Asabri disebabkan belum keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur secara detail hal tersebut. Aturan masih mengacu para regulasi lama sebelum terbentuknya BPJS.
Indra Budi Sumantoro, Calon Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Periode 2019 – 2024, mengatakan polemik itu timbul tidak lepas dari deadline yang masih panjang bagi Taspen dan Asabri untuk menyerahkan pengelolaan jaminan sosial tersebut kepada BPJSTK. Dalam UU BPJS, batas waktunya adalah 2029 dan diatur dengan PP. “Sampai sekarang PP-nya belum terbit. Namun seharusnya sudah disiapkan sejak sekarang agar tidak kelabakan nanti jelang deadline,” ujar Indra.
Dalam pandangan Indra, penyerahan jaminan sosial kepada BPJSTK tersebut juga tidak serta merta akan dileburnya PT Taspen dan Asabri kedalam BPJSTK. “Persepsi ini yang harus diluruskan,”ungkapnya.
Ia menerangkan, dalam sistem asuransi jaminan sosial ada tiga alternatif skema besar yang kini berlaku di seluruh dunia. Pertama, skema all in one, dimana sistem asuransi jaminan sosial, dikelola oleh satu lembaga saja. Kedua, skema fragmented, dimana penempatan setiap lembaga tertentu memegang pekerjaan tertentu. Ini yang sekarang diterapkan di Indonesia. Ambil contoh, seperti dilakukan PT Taspen & PT Asabri yang mengelola dana asuransi jaminan sosial dari pegawai negeri dan TNI/Polri. Ketiga adalah skema multipilar, seperti di Amerika Serikat.
Pada skema multipilar, seluruh pekerja, termasuk TNI/Polri, mengikuti program jaminan sosial yang memberikan manfaat dasar dengan besaran yang sama disebut disebut sebagai pilar 1. Pilar ini bersifat wajib bagi seluruh warga negara. Pilar ini yang dikelola oleh BPJSTK maupun BPJS Kesehatan.
Di atas pilar 1, pemberi kerja dapat memberikan program tambahan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang disebut sebagai pilar 2 . Pilar ini dapat dikelola oleh non BPJS seperti Taspen maupun Asabri.
Pilar 3 ditempati oleh perusahaan-perusahaan asuransi komersial di mana apabila peserta menginginkan manfaat yang lebih dapat mengikuti program-program komersial tersebut secara sukarela.
“Jika prinsip multipilar diterapkan maka tidak akan ada yang dirugikan. Misalnya, jika ada yang pindaj profesi dari karyawan swasta menjadi pegawai negeri sipil (PNS), asuransi semasa jadi orang swasta tidak akan hangus. Begitu pula dengan yang PNS, dapat tetap menerima manfaatnya,” pungkasnya.