goodmoneyID – Hotel dan restoran merupakan sub sektor yang paling terpuruk akibat pandemi dan diprediksi rekoveri paling belakang dibanding sektor lain.
Di Jakarta pada tahun 2019 terdapat 991 hotel teridiri dari 397 Hotel Bintang dan 594 hotel Non Bintang. Sedangkan restoran jauh lebih banyak lagi belasan dan bahkan puluhan ribu.
Ketua Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran (BDP PHRI) Jakarta Sutrisno Iwantono, mengatakan rata-rata okupansi rate justru turun selama 5 tahun terakhir, dari sekitar 70 persen menjadi sekitar 56 persen. Sekarang sangat banyak yang beroperasi jauh dibawah 25 persen.
“Kita rekomendasikan agar pemerintah membuat program khusus agar turis baik asing maupun domestik bertahan beberapa hari di Jakarta sehingga mereka menginap di hotel kita, makan direstoran kita dan mengunjungi berbagai objek wisata,” ujar Sutrisno, di Jakarta, Minggu (17/1).
Untuk membangkitkan kembali sektor ini, PHRI sepakat membangun Gerakan Kebangkitan agar pelaku usaha hotel dan restoran tidak semakin terpuruk dan bisa bangkit pada tahun 2021 agar tidak menimbulkan kerugian yang parah bagi para pemilik dan mengakibatkan penderitaan berkepanjangan bagi karyawan, manjemen termasuk sektor terkait seperti para supplier dll.
“Karena itu kita minta agar pemerintah membantu meringankan beban-beban ekonomi beban biaya yang dapat menyebabkan industry kolap. Pajak-pajak PB1, Pajak Korporasi, PBB, Pajak reklame, Pajak Air Tanah, Biaya listrik, pungutan tenaga kerja dan pungutan-pungutan lain agar diringankan. Perpajakan untuk hotel dan restoran/warung kecil mesti dilonggarkan. Pajak bersifat final, angka Rp 4,8 M untuk usaha kecil saat ini sudah dianggap terlalu kecil mesti ditingkatkan menjadi paling tidak Rp. 7,5 M,” imbuhnya.
Saat ini industri hotel sudah sangat-sangat jauh dari keadaan standar. Kegiatan rapat-rapat pemerintah dan badan usaha milik negara sebaiknya digalakan lagi di Jakarta agar bisa memberi pekerjaan pada hotel dan restoran.
Bahkan hotel-totel kecil, restoran, kedai dan warung kecil meminta agar pengaturan pekerjanya diserahkan pada negoisasi antara pemberi kerja dan penerima kerja.
“Pengaturan PSBB bagi hotel dan restoran mesti diperlunak seperti misalnya jam kerja dan prosedur operasi karena hotel dan restoran bukan klaster penularan dan kami jauh lebih disiplin dalam melaksanakan Prokes,” tukas Sutrisno.
Tambah Sutrisno, Kewajiban test swab atau antigen mesti diperingan karena biayanya cukup berat. Ketentuan wajib test setiap 14 hari agak berat, kecuali dibantu subsidi untuk biaya.