goodmoneyID Pemerintah Indonesia berencana mengembangkan berbagai model untuk mendukung rantai nilai pertanian yang berkelanjutan dan inklusif di sembilan lokasi terpilih melalui program Pengembangan Rantai Nilai Pertanian (ICARE).
Proyek senilai US$100 juta disetujui oleh Dewan Direktur Eksekutif Bank Dunia pada 9 Juni 2022 dan mulai efektif berjalan pada 5 September 2022. Proyek ini dirancang untuk mendukung penguatan rantai nilai di beberapa gugus kawasan pertanian dan memperkuat kapasitas kelembagaan Kementerian Pertanian dalam memberikan dukungan bagi para pemangku kepentingan di sektor pertanian.
“Kementerian Pertanian saat ini memprioritaskan lima bidang utama untuk mendukung pengembangan sistem pangan, yaitu peningkatan produktivitas, diversifikasi, logistik, modernisasi pertanian, serta promosi ekspor. Kami juga mempercepat transformasi sektor pertanian dengan memperkuat teknologi dan pendekatan digital di bidang pertanian dan sistem pangan. Proyek ini akan mencakup semua aspek tersebut, dan membantu dalam membangun lebih banyak entitas perusahaan dalam usaha-usaha pertanian sehingga memungkinkan mereka untuk menjadi bisnis modern. Pemerintah kemudian dapat mereplikasi pendekatan proyek di tingkat nasional untuk meningkatkan kesejahteraan petani Indonesia, sehingga dapat menjadi negara yang lebih makmur”, papar Syahrul Yasin Limpo, Menteri Pertanian Republik Indonesia.
Sekitar 43 persen penduduk Indonesia tinggal di wilayah perdesaan dan hampir 29 persen tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor pertanian. Produksi pertanian primer menyumbang 13,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2020. Perusahaan agribisnis, yang terdiri dari perusahaan yang bergerak di bidang sarana produksi, pengolahan, perdagangan, dan jasa logistik pertanian, serta usaha eceran dan grosir pangan mempekerjakan tenaga kerja dalam jumlah yang signifikan di sektor manufaktur dan jasa. Mereka memainkan peran yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan pangan dan produk agro-industri yang terus meningkat, terutama di tengah ancaman kerawanan pangan.
Ketika meningkatnya permintaan akan produk-produk pertanian yang beragam dan dengan nilai yang lebih tinggi menciptakan peluang sangat besar bagi sektor agribisnis pangan di Indonesia, sektor ini juga harus dapat mengatasi tantangan yang semakin rumit. Meskipun sekitar 10 persen rumah tangga pertanian dikepalai oleh perempuan, sementara sekitar 24 persen dari seluruh jumlah petani adalah perempuan, rata-rata petani perempuan memiliki ukuran lahan lebih kecil dibandingkan lahan yang dimiliki laki-laki.
Kurang-lebih setengah jumlah petani di Indonesia adalah petani berskala kecil – dengan penghasilan rata-rata buruh tani sekitar US$3,2 per hari, mereka rentan terhadap guncangan iklim.
Di sisi lain, harga pangan di Indonesia – khususnya komoditas bergizi tinggi seperti buah-buahan dan sayuran, termasuk yang tertinggi di antara negara-negara tetangga. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, seperti tingginya biaya produksi, pengolahan dan distribusi, serta tingginya jumlah kehilangan pangan di sepanjang rantai pasokan disebabkan konektivitas dan infrastruktur logistik yang tidak memadai.
Proyek ICARE didesain untuk menghadirkan dukungan terpadu dan bersifat spesifik-lokasi dalam upaya mengembangkan model rantai nilai yang baik di kawasan pertanian terpilih untuk membantu petani beradaptasi secara lebih baik terhadap perubahan iklim, serta mengurangi jejak karbon di beberapa rantai nilai terpilih. Proyek ICARE juga bertujuan untuk memperkuat kapasitas kelembagaan sektor publik maupun swasta untuk mewujudkan pertanian dan rantai nilai yang cerdas iklim di lokasi sasaran proyek.
Aspek pembelajaran dan manajemen pengetahuan pada proyek ini memastikan bahwa model yang berhasil dikembangkan akan didokumentasikan dengan baik untuk mendukung replikasi dan perluasan cakupan di masa mendatang.
“Bank Dunia mengapresiasi berbagai upaya Kementerian Pertanian untuk mengatasi berbagai tantangan yang berhubungan dengan kepemilikan lahan yang kecil dan terfragmentasi, dan menciptakan pertanian yang lebih menguntungkan bagi para petani berskala kecil. Kami mendukung berbagai upaya yang dilakukan untuk memperkuat penerapan pendekatan maupun teknologi digital, dan penekanan pada keberlanjutan sistem pertanian dan pangan. Transformasi sektor pertanian dengan beralih dari sistem produksi yang berbasis pasokan menjadi suatu model yang lebih tanggap terhadap permintaan pasar maupun kebutuhan petani adalah penting,” ujar Satu Kahkonen, Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste.
“Melalui dukungan yang dirancang secara hati-hati, proyek ini akan meningkatkan partisipasi perempuan dalam koperasi dan memastikan bahwa perempuan mendapatkan manfaat dari teknologi yang didiseminasikan melalui program ini.”
ICARE diselaraskan dengan kerangka kebijakan nasional serta berbagai komitmen tingkat-tinggi Indonesia. Proyek ini mendukung pengembangan Korporasi Petani – lembaga ekonomi milik petani yang sudah berbadan hukum – yang diprioritaskan oleh Presiden Joko Widodo sebagai ‘proyek besar’ pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Dengan mendukung pertanian yang cerdas iklim, proyek ini juga berkontribusi terhadap Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia tahun 2021untuk perubahan iklim dan adaptasi, dan juga Strategi Jangka Panjang Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim 2050.
Proyek ini sejalan dengan Kerangka Kerja Kemitraan Negara (CPF/ Country Partnership Framework) Bank Dunia Tahun Anggaran 2021-2025 untuk meningkatkan pertanian dan mata pencaharian berbasis sumber daya alam, serta mengarusutamakan tiga tema lintas sektor CPF – digitalisasi, gender dan perubahan iklim.
Dengan mendukung para petani berskala kecil, proyek ini mendukung pencapaian tujuan ganda Kelompok Bank Dunia untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan bersama.