goodmoneyID – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut saat ini baru sekitar 5-10% Badan Perkreditan Rakyat (BPR) yang menggunakan layanan transaksi secara elektronik. Untuk itu, digitalisasi layanan jasa keuangan sangat perlu dilakukan agar BPR tidak ditinggalkan oleh para nasabahnya. Hal ini disampaikan oleh Deputi Komisioner OJK Institute dan Keuangan Digital Sukarela Batunanggar.
“Jika bank umum banyak melakukan penutupan kantor cabang, sebaliknya jumlah kantor cabang BPR masih tetap ada. Hal ini karena BPR belum mampu optimal dan efektif melakukan transaksi secara digital,” ujarnya kepada wartawan.
Menurutnya, sejak 2012 jumlah penutupan kantor cabang bank umum mengalami peningkatan. Sedangkan jumlah pembukaan ATM BPR semakin menurun.
“Saat ini banyak bank umum melakukan transaksi secara elektronik mengikuti tuntunan kebutuhan nasabah. Ada sekitar 70-80% transaksi bank umum dilakukan secara elektronik,” ucapnya.
Secara kinerja, sebetulnya perkembangan BPR terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun, dalam waktu yang cukup panjang, perkembangan kinerja BPR cenderung stagnan.
“Semestinya ini menjadi pertimbangan bagaimana agar tidak stagnan. Tentu saja perlu ada perubahan pada bisnis model dan proses bisnisnya,” terangnya.
Menurutnya, kehadiran BPR yang terkonsentrasi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali menjadi tantangan di tengah BPR yang belum optimal dalam layanan digital.
“Pada era digitalisasi, ini tidak efektif. Selain biaya besar, disisi lain banyak nasabah yang sudah lebih teredukasi dan memiliki kebutuhan yang sudah lebih luas akan berpindah ke fintech, peer to peer, maupun payment,” pungkasnya.