goodmoneyID – Belakangan beredar lagi kabar soal Bahan bakar minyak (BBM) atau bensin jenis premium (RON 88) bakal tak lagi dijual, rencananya berlaku tahun depan. Rencana yang sudah lama beredar ini disebut tinggal satu langkah lagi di sahkan, menunggu terbitnya Peraturan Presiden (Perpres).
“Premium tahun depan sudah tidak ada. Tunggu Perpres keluar,” ungkap sumber CNBC Indonesia, dikutip Senin (20/12/2021).
Lalu apa alasan BBM premium bakal tak lagi dijual tahun depan?
- Makin Sedikit Pengguna
Wacana hilangnya bensin jenis premium ini sejalan dengan makin sedikit pengguna premium oleh masyarakat RI. Mengutip data Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), penyerapan bensin Premium selama Januari hingga November 2021 hanya 3,41 juta kilo liter (kl) atau sekitar 34,15% dari kuota Premium pada tahun ini sebesar 10 juta kl.
Diproyeksikan hingga akhir tahun premium hanya bertambah sekitar 248 kl. Dengan demikian proyeksi konsumsi bensin Premium oleh masyarakat sepanjang tahun ini diproyeksi cuma sekitar 34,15% dari kuota 10 juta kl.
2. Memperbaiki kualitas BBM
Hal ini sesuai dengan pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif yang bilang bahwa penjualan BBM premium di outlet-outlet atau SPBU Pertamina memang sudah mulai dikurangi secara pelan-pelan.
“Terkait dengan roadmap BBM saat ini sesuai dengan program Langit Biru Pertamina, outlet penjualan premium mulai dikurangi pelan-pelan terutama kemarin pada saat pandemi di mana harga crude (minyak mentah) jatuh. Nah (premium) ini memang bisa dilakukan substitusi dengan pertalite,” kata Arifin beberapa waktu lalu.
3. Mengurangi emisi gas efek rumah kaca
Menteri ESDM menarangkan tujuan BBM premium dikurangi adalah untuk memperbaiki kualitas bahan bakar dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Indonesia sekarang masih termasuk empat negara di dunia yang masih menggunakan premium.
“Nah ke depannya memang kita harus menuju energi yang lebih bersih dan kita tertinggal dengan Vietnam. Kita masih (standar) Euro 2, Vietnam sudah Euro 4 dan akan masuk ke Euro 5. Juga (dibandingkan) negara-negara Asean tetangga kita, kita ketinggalan,” jelas Arifin.