goodmoneyID – Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) hari ini selasa (14/7) menyampaikan hasil audit Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2019. Meskipun belakangan ini BPK gencar melakukan catatan, namun BPK masih memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Lapkeu tahun 2019.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna, mengatakan laporan keuangan tersebut terdiri dari 87 Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga (LKKL) dan 1 Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN).
“Oleh karena itu, dengan mengkonsolidasi hasil pemeriksaan atas 87 LKKL dan 1 LKBUN Tahun 2019, akhirnya BPK memberikan WTP atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2019,” ujar Agung dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (14/7).
Lebih rinci lagi, sebanyak 96,5%, 84 LKKL dan 1 LKBU mendapat opini wtp, sementara itu sebanyak 2,3% pada 2 LKKL mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP), dan 1,2% pada 1 LKKL, tak menyatakan pendapat.
Sebagai pembanding, pada LKPP Tahun 2018, BPK memberikan Opini WDP terhadap 4 LKKL dan Tidak Menyatakan Pendapat pada 1 LKKL. Meskipun terdapat 3 LKKL Tahun 2019 yang belum memperoleh opini WTP, temuannya maupun total anggarannya tidak berdampak material terhadap kewajaran penyajian LKPP Tahun 2019 secara keseluruhan.
Meski begitu BPK memberikan beberapa catatan, BPK mengidentifikasi sejumlah masalah, baik dalam sistem pengendalian internal (SPI) maupun dalam kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang harus ditindaklanjuti.
Masalah tersebut antara lain, meliputi kelemahan dalam penatausahaan Piutang Perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP), kewajiban pemerintah selaku pemegang saham pengendali PT Asabri (Persero) dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) belum diukur/diestimasi, pengungkapan kewajiban jangka panjang atas program pensiun pada LKPP Tahun 2019 sebesar Rp2,876 triliun yang belum didukung standar akuntansi, serta penyajian aset dari realisasi belanja untuk diserahkan kepada masyarakat sebesar Rp44,20 triliun pada 34 K/L tidak seragam.
Permasalahan lainnya, terkait dengan skema pengalokasian anggaran untuk pengadaan tanah Proyek Strategis Nasional (PSN), pada pos pembiayaan tidak sesuai dengan PP No 71 Tahun 2010. Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan investasi tanah PSN, untuk kepentingan umum tidak sesuai dengan PP 63 Tahun 2019 tentang Investasi Pemerintah. Serta ketidaksesuaian waktu pelaksanaan program kegiatan dengan tahun penganggaran atas kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik.