goodmoneyID – Pemerintah telah memberlakukan harga gas untuk industri sebesar USD6 per MMBTU sesuai dengan implementasi Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Kebijakan strategis ini diyakini mampu mendongkrak utilisasi dan daya saing sektor industri manufaktur di tanah air sehingga akan memberikan kontribusi signifikan terhadap upaya pemulihan ekonomi nasional.
Adapun, regulasi turunan dari PP 40/2016 tersebut, yakni Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rekomendasi Pengguna Gas Bumi Tertentu serta Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 8 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.
“Sektor industri yang mendapatkan harga gas bumi tertentu (USD6 per MMBTU) itu sebanyak tujuh sektor, yaitu industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian, Muhammad Khayam di Jakarta, Minggu (27/6).
Dirjen IKFT mengemukakan, adanya pandemi Covid-19 membawa dampak melambatnya pertumbuhan ekonomi dan sejumlah sektor industri. Namun, dengan pemberian insentif, seperti harga gas USD6 per MMBTU dapat membangkitkan kembali gairah usaha bagi pelaku industri.
“Contohnya di industri keramik. Sepanjang tahun 2020, utilisasi industri keramik secara akumulatif mencapai 56%. Walaupun utilisasi sempat turun menjadi 30% pada kuartal II akibat pandemi Covid-19, namun mampu beranjak naik hingga mencapai 60% di kuartal III, dan dapat kembali mencapai kondisi normal 70% di kuartal IV 2020,” ungkap Khayam
Selain itu, penurunan harga gas untuk industri keramik juga berdampak pada peningkatan volume ekspor secara signifikan. Merujuk data Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki), sepanjang Januari-September 2020, pengapalan produk keramik nasional mencapai USD49,8 juta atau meningkat 24%, dan secara volume menembus angka 12,8 juta meter kubik atau melonjak 29%.
Dirjen IKFT menambahkan, pemberlakuan harga gas USD6/MMBTU merupakan upaya negara untuk melindungi industri dalam negeri. “Karena beberapa negara pesaing kita memberikan harga yang jauh lebih rendah, contohnya India,” jelas Khayam.
Sementara, diketahui struktur biaya produksi komponen gas dalam industri cukup besar. Sebagai contoh, 26 hingga 30 persen di industri keramik. Sehingga, penurunan harga gas tersebut menambah kekuatan daya saing industri dalam negeri karena harga produknya menjadi lebih kompetitif, terlebih dengan kualitas dan desain yang sudah dikenal lebih baik.
Menurutnya, informasi bahwa industri keramik nasional belum cukup mampu memenuhi volume kebutuhan dalam negeri tidak benar.
“Utilisasi produksi industri keramik yang meningkat hingga 78% telah menunjukkan bahwa industri keramik kita secara volume atau kuantitas mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,” pungkas Dirjen IKFT.