goodmoneyID – PT Bank Syariah Indonesia Tbk. atau BSI pada tahun ini ditargetkan menjadi perusahaan BUMN. Hal ini seiring dengan adanya kesepakatan para pemilik saham dengan Wakil Presiden Maruf Amin dan Menteri BUMN Erick Thohir.
Akan tetapi upaya memperkuat BSI diharapkan tidak berhenti hanya di situ. Bank syariah hasil merger Bank Mandiri Syariah, BNI Syariah, dan BRIsyariah tersebut perlu menambah tebal permodalan agar dapat menjadi lokomotif ekonomi syariah yang dapat diandalkan.
Sebagaimana diketahui, bank adalah bisnis yang sarat permodalan. Semakin tebal modal inti sebuah bank, maka kredibilitasnya akan naik di mata nasabah dan juga investor.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Sulistyo mengatakan bahwa penambahan modal BSI adalah kebutuhan mendasar saat ini untuk meningkatkan manfaat bank tersebut terhadap ekonomi syariah.
Pasalnya dengan menjadi bank BUMN papan atas, BSI akan mendapatkan kepercayaan masyarakat untuk menghimpun lebih banyak dana pihak ketiga (DPK).
“Preferensi masyarakat Indonesia itu kalau menabung di bank BUMN merasa lebih aman, apalagi kalau banknya besar, katanya, Minggu (6/3).
Eko menjelaskan bahwa DPK akan menyokong fungsi intermediasi bank. Dengan likuiditas yang mumpuni, bank akan lebih leluasa menyalurkan pembiayaan ke sektor-sektor potensial di Tanah Air.
Sementara itu berdasarkan kinerja satu tahun pascamerger, BSI telah menunjukan performa positif, baik dari sisi aset dan juga kemampuan mencetak keuntungan. Per Desember 2021, laba bersih bank naik 38,42% secara tahunan (yoy) menjadi Rp3,03 triliun. Capaian ini mampu bersanding dengan 10 besar bank di Indonesia.
Capaian laba tersebut juga tercermin dari rasio keuangan sepanjang tahun lalu. Tingkat pengembalian ekuitas atau return on equity (ROE) BSI meningkat dari 11,18% menjadi 13,71%. Kemudian, return on Asset [ROA] juga mengalami perbaikan dari 1,38% menjadi 1,61%.
Bank syariah terbesar di Indonesia ini juga berhasil meningkatkan efisiensi. Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) BSI turun dari 84,61% menjadi 80,46%.
Pada periode yang sama aset bank naik 10,73% yoy menjadi Rp265,29 triliun. Hal ini disokong oleh penyaluran pembiayaan yang mencapai Rp171,29 triliun atau naik sekitar 9,32% yoy.
Bila dirinci, pembiayaan konsumer mencapai Rp82,33 triliun, naik sekitar 19,99% yoy. Disusul pembiayaan gadai emas yang bertumbuh 12,92% yoy. Pada periode yang sama pembiayaan mikro tumbuh 12,77% yoy dan pembiayaan komersial naik 6,86% yoy.
Pada tahun ini ruang gerak BSI untuk menyalurkan pembiayaan masih sangat lebar. Hal ini didukung dengan kualitas pembiayaan atau NPF net perseroan yang sangat baik, atau 0,87%.
Selain itu rasio kewajiban penyediaan modal minimum (capital adequacy ratio/CAR) juga cukup tebal atau 22,09%. Pada saat yang sama likuiditas bank terbilang longgar, yakni dengan posisi financing to deposit ratio (FDR) 73,39%.
Tambah Modal
Senada dengan Eko, pengamat ekonomi syariah Fauziah Rizki Yuniarti mengatakan bahwa dengan menambah modal, BSI akan memiliki bisnis yang lebih luas. Bank akan lebih mudah mendapatkan dana murah.
“Nah dampaknya ke konsumen, karena dana murah banyak dia [BSI] bisa bikin produk pembiayaan lebih murah. Konsumen diuntungkan kalau bank jadi buku IV, katanya.
Fauziah menambahkan bahwa potensi bisnis BSI masih sangat luas, misalnya masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memiliki rekening bank. Ceruk pasar tersebut sangat besar dan belum dioptimalkan oleh bank-bank yang ada saat ini.
“Dengan begitu, peran sosial bank syariah untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial, mengingkatkan inklusi keuangan, mengurangi kemisikinan, bisa segera tercapai, tidak hanya utopia, katanya.
Adapun BSI rencananya akan melakukan rights issue untuk memenuhi ketentuan batas minimal saham publik sebesar 7,5% pada tahun ini. Mengutip situs BSI, pemegang saham lain dengan kepemilikan kurang dari 5% termasuk publik baru menggenggam 7,08% saham perseroan.
Rencana penambahan modal lewat penerbitan saham baru telah bergaung sejak tahun lalu. Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo sempat menyebut nilai saham baru yang akan diterbitkan BSI akan mencapai Rp7 triliun.