goodmoneyID – Pertumbuhan ekonomi yang stagnan di level 5 persenan mulai berdampak terhadap industri manufaktur. Sektor padat karya ini menunjukkan kontraksi akibat lesunya permintaan pasar. Ini semakin mempertegas deindustrialisasi yang menjadi keresahan banyak pihak.
Perlambatan industri pengolahan tercermin dari Prompt Manufacturing Index (PMI) Bank Indonesia sebesar 52,04% pada triwulan III-2019, lebih rendah daripada 52,66% pada triwulan II-2019. Perlambatan terjadi pada sub sektor Makanan, Minuman & Tembakau serta Tekstil, Barang dari Kulit & Alas Kaki. Di sisi lain, kontraksi yang terjadi pada Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya sejak triwulan lalu terlihat masih berlanjut pada triwulan III-2019.
Sekadar informasi, PMI BI merupakan indeks komposit yang diperoleh dari lima indeks yaitu volume pesanan barang input, volume produksi (output), ketenagakerjaan, waktu pengiriman dari pemasok, dan invenstori. Hasil perhitungan PMI BI merupakan hasil pre-assesment dari benchmarking Puchasing Manager Index (PMI) yang telah dilakukan di beberapa negara.
Indeks PMI-BI tersebut sejalan dengan indeks yang diterbitkan Nikkei Indonesia Purchasing Managers Index (PMI). Rata-rata PMI Nikkei pada triwulan III-2019 (Juli s/d September) sebesar 49,23%. Ini memandakan sinyal kinerja sektor industri pengolahan yang sudah memasuki fase kontraksi.
Ke depan, perlambatan ekspansi kegiatan usaha diprakirakan akan terus berlanjut di triwulan IV 2019. Hal tersebut juga tercermin pada prakiraan PMI-BI triwulan IV-2019 sebesar 51,90% yang lebih rendah daripada triwulan sebelumnya. Perlambatan ekspansi usaha diperkirakan terjadi pada beberapa sub sektor seperti Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki; Industri Kertas dan Barang Cetakan; Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet serta Industri Semen dan Barang Galian Non Logam.