“Kalau kita lihat di negara-negara G20 dan ASEAN itu hanya sekitar separuhnya yang sudah pulih di atas pra pandemi termasuk Indonesia,” terang Menkeu.
Menkeu juga menjelaskan, tren pemulihan ekonomi Indonesia kian membaik dengan pertumbuhan ekonomi berada di atas 5 persen pada tiga kuartal berturut-turut, sementara di banyak negara justru mengalami perlemahan.
“Kita masih dalam momentum yang menguat. Ini yang menggambarkan bahwa kita cukup dalam posisi yang optimis namun waspadanya tetap tinggi,” pungkas Menkeu.
Selanjutnya, Menkeu juga mengatakan tingkat inflasi Indonesia masih relatif moderat di angka 4,9 persen dibandingkan dengan banyak negara-negara lain. Selain itu, satabilitas eksternal Indonesia juga terjaga dengan baik. Hal itu ditandai dengan surplus neraca pembayaran yang ditopang oleh kinerja ekspor yang tumbuh mencapai 32 persen.
“Inilah kenapa ditekankan bahwa seluruh langkah-langkah memperbaiki iklim investasi menjadi sangat penting,” terang Menkeu.
Selain itu, intermediasi perbankan juga menunjukan akselerasi sejalan dengan tren pemulihan, ini ditandai dengan pertumbuhan kredit yang tinggi baik dai sisi investasi, konsumsi, dan modal kerja dengan total mencapai 10,66 persen.
“Ini situasi sudah menunjukkan adanya normalisasi sebelum terjadinya pandemik,” ujarnya.
Terkait penggunaan instrumen fiskal Indonesia, Menkeu mengatakan bahwa Indonesia mengelola fiskalnya secara prudent dan hati-hati. Hal ini terlihat dari defisit fiskal Indonesia di tahun 2020-2021 sebesar 10,7 persen, dengan rasio utang pemerintah 2021 yang relatif rendah di angka 40,7 persen dari GDP dan terus menurun mencapai 37,91 persen pada Juli 2022.
“Oleh karena itu Indonesia dari sisi rating terhadap utang mendapatkan upgrade dari Standard and Poor (S&P) dari negatif menjadi Stable. Atau dari rating agency yang lain moody’s, fitch, R&I, dan JCRA kita mendapatkan assessment afirmasi, artinya tidak dilakukan perubahan atau tidak mengalami down grading,” terang Menkeu.