Obligasi Hijau Daerah Guna Pembiayaan Energi Terbarukan di Indonesia, Masih Banyak Hambatan

Loading

goodmoneyID – Menurut Kebijakan Energi Nasional dan Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia telah mengamanatkan target kontribusi energi terbarukan yang ambisius sebesar 23% ke dalam bauran energinya di tahun 2025 beserta pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 29% selambat-lambatnya pada tahun 2030.

Namun, COVID- 19 telah menghambat upaya pencapaian target tersebut mengingat anggaran nasional saat ini harus diprioritaskan untuk perawatan kesehatan, bantuan sosial, dan usaha kecil dalam rangka meredam dampak negatif pandemi.

Prioritas ini penting, tetapi Indonesia tetap bisa melanjutkan komitmennya dalam memerangi perubahan iklim dan krisis global berikutnya.

Dalam sebuah studi baru yang dirilis hari ini, “Accelerating renewable energy finance in Indonesia: The potential of municipal green bonds,” Climate Policy Initiatives (CPI) mengusulkan penggunaan obligasi hijau daerah— obligasi negara yang mendukung pemanfaatan iklim/lingkungan secara positif— untuk membantu mengatasi kesenjangan investasi transisi energi di Indonesia.

Studi tersebut menganalisis kelayakan penerapan obligasi secara menyeluruh, menyoroti bagaimana proyek pemerintah berskala besar diperlukan untuk mencapai dampak yang diinginkan, dan menarik minat investasi swasta secara jangka panjang.

Beberapa provinsi yang direkomendasikan dengan kapasitas fiskal yang memadai untuk meminjam, seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI Jakarta, sudah memiliki rencana-rencana proyek hijau seperti pemasangan panel surya di gedung pemerintah daerah dan sekolah umum. Namun, proyek-proyek tersebut kerap terhambat oleh pendanaan yang belum cukup.

“Meski potensinya besar, pasar modal Indonesia belum memprospek penerbitan obligasi hijau daerah disebabkan oleh beberapa isu. Penelitian kami menemukan bahwa prosedur birokrasi yang rumit di daerah daerah serta kurangnya anggaran yang memadai kerap menjadi kendala utama,” kata Tiza Mafira, Associate Director di CPI.

Namun, baru-baru ini Omnibus Law telah menghapus persetujuan DPRD sebagai salah satu persyaratan. Target transisi energi Indonesia yang ambisius, keberadaan beberapa pemerintah daerah dengan kapasitas fiskal yang tinggi untuk menerbitkan obligasi, serta meningkatnya minat terhadap obligasi hijau oleh pemerintah daerah dan pasar adalah alasan utama mengapa obligasi hijau daerah merupakan ide yang baik untuk Indonesia, terutama secara jangka panjang.

Rekomendasi tersebut layak untuk dipertimbangkan, sedangkan hambatan-hambatannya perlu dihilangkan.

“Studi kami juga menemukan bahwa para responden melihat provinsi seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat menjadi pasar favorit karena kapasitas fiskalnya yang kuat, sumber daya manusianya yang profesional, dan banyaknya proyek yang potensial,” tambahnya.

Studi CPI mengidentifikasi beberapa tantangan dari implementasi obligasi hijau daerah:

  • Persyaratan kelayakan dan prosedur penerbitan yang rumit
  • Persyaratan rating kredit yang tinggi mengingat sebagian besar investor cenderung
    mempunyai kepentingan komersial
  • Keraguan para investor untuk memasukkan obligasi hijau ke dalam portofolio tahunan mereka karena kurangnya jumlah proyek yang menguntungkan, adanya hambatan teknis dan regulasi, rendahnya kesadaran hijau di level industri, serta adanya biaya tambahan

“Para peserta studi kami dari kalangan pelaku pasar obligasi mengungkapkan bahwa rating obligasi, reputasi emiten, tenor obligasi, dan likuiditas/kedalaman pasar obligasi di Indonesia merupakan faktor penting dari pengambilan keputusan mereka untuk berinvestasi obligasi hijau daerah,” kata Albertus Siagian, Analis CPI.

Pelaku pasar juga kurang yakin dengan kesiapan pemerintah daerah dalam menerbitkan obligasi hijau daerah mengingat proyek energi terbarukan yang menguntungkan jumlahnya terbatas, para birokrat cenderung kurang berpengalaman, dan adanya biaya tambahan
untuk proses meningkatkan kesadaran terhadap kebutuhan pembangunan ramah lingkungan.

Namun, jika pemerintah daerah berhasil menjual obligasi tersebut ke lembaga besar (seperti Badan Penyelenggara Jaminan Sosial – BPJS) atau bahkan pihak asing (jika diperbolehkan), maka pelaku pasar lokal akan terpacu untuk ikut berinvestasi.

Laporan ini juga memberikan rekomendasi bagi para pembuat kebijakan untuk mempercepat penerbitan obligasi hijau daerah:

  • Penyederhanaan persyaratan dan prosedur penerbitan
  • Kebijakan yang jelas dan konsisten mengenai energi terbarukan dari pemerintah pusat untuk meyakinkan investor lokal mengenai pertimbangan investasi obligasi hijau daerah
  • Pemerintah daerah perlu mempertimbangkan untuk menjual obligasi hijau daerah ke lembagalembaga kuasi pemerintah.

Penasihat Senior CPI, Vikram Widge menyatakan bahwa Obligasi hijau daerah memiliki potensi besar, dan sangatlah penting bagi Indonesia untuk dapat tetap mencapai tujuan transisi energi nasionalnya.

“Seperti yang kami sebutkan di dalam laporan kami, memastikan kebijakan yang jelas dan konsisten pada energi terbarukan, memudahkan persyaratan dan prosedur yang dibutuhkan, dan memfasilitasi penjualan obligasi hijau kepada Lembaga kuasi-pemerintah merupakan kunci untuk keberhasilan obligasi hijau daerah” tutupnya.