goodmoneyID – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator di industri jasa keuangan, mendukung penuh perkembangan fintech peer to peer (P2P) lending. Ini karena kehadirannya turut meningkatkan inklusi keuangan di Tanah Air. Terlebih, Pemerintah menargetkan indeks inklusi keuangan sebesar 75% sampai akhir tahun ini.
Wimboh Santoso, Ketua Dewan Komisioner OJK mengatakan, untuk menjamin keberlanjutan bisnis fintech P2P lending perlu aturan main yang jelas. Sebab, bisnisnya mengandung risiko yang tinggi. “Semuanya kan berbasis internet dimana pemberi dan peminjam dana tidak saling mengenal,” ujarnya dalam “Indonesia Fintech & Summit Expo 2019” di Jakarta Convention Center, Jakarta, Senin (23/9/2019).
Aturan main atau kode etik, bukan hanya dibuat tetapi yang lebih penting dilaksanakan oleh semua pihak, baik peminjam maupun pemberi pinjaman. Oleh karenanya, OJK akan menjalankan amanat Undang-Undang untuk melindungi konsumen. “Perlindungan konsumen perlu dan OJK akan ada di belakang agar konsumen dan pemberi pinjaman mengikuti standar pasar. Perlindungan data juga perlu karena saat ini isu proteksi data penting,” ujar Wimboh.
Sekadar informasi, saat ini sudah ada Pedoman Perilaku Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang Bertanggung Jawab (Code of Conduct for Responsible Lending). Kode etik ini telah ditandatangani oleh lebih dari 50 perusahaan anggota Asosiasi Financial Technology Indonesia (Aftech). Ini menjadi bukti penegasan komitmen pelaku usaha dalam menerapkan standar praktik bisnis yang bertanggung jawab untuk melindungi nasabah. Sampai akhir tahun, ditargetkan seluruh 63 anggota Aftech bisa menandatangani kode etik tersebut.
Ada tiga acuan yang menjadi prinsip dasar dalam mengembangkan kode etik. Pertama, transparansi produk dan metode penawaran. Dalam hal ini, Penyelenggara wajib mencantumkan seluruh biaya yang timbul dari utang. Termasuk di antaranya, biaya yang timbul di muka, bunga, biaya keterlambatan dan lainnya.
Kedua, pencegahan pinjaman berlebih. Dalam kode etik ini, tertulis bahwa penyelenggara juga wajib melakukan penelitian dan verifikasi yang memadai atas kondisi keuangan peminjam untuk memastikan ia mampu melunasi kewajibannya. Untuk itu, penyelenggara dilarang memberikan utang secara langsung kepada peminjam tanpa persetujuan terlebih dahulu.
Acuan ketiga, prinsip itikad baik terkait praktik penawaran, pemberian dan penagihan utang yang manusiawi tanpa kekerasan baik fisik maupun nonfisik termasuk cyber bullying. Dalam kode etik, disampaikan bahwa penyelenggara dilarang menggunakan pihak ketiga pelaksana penagihan yang memiliki reputasi buruk berdasarkan informasi dari otoritas maupun asosiasi.