![]()
goodmoneyID – Layanan PayLater kini makin diminati di berbagai daerah yang sejalan dengan penyaluran pembiayaan BNPL perusahaan pembiayaan secara nasional sebesar Rp 8,56 triliun per Juni 2025. Data Kredivo mencatat, pengguna dari kota-kota tier 2 dan 3 telah menyumbang 53,6% dari total pengguna pada 2023, menandakan bahwa akses keuangan digital semakin inklusif menyasar wilayah di luar Jabodetabek. Namun di balik tren positif tersebut, masih terdapat berbagai tantangan. Salah satu yang krusial adalah soal miskonsepsi yang menyamakan PayLater dengan pinjaman daring atau bahkan pinjol ilegal.
Minimnya pemahaman ini, termasuk soal hak dan kewajiban pengguna, kerap berujung pada keterlambatan bayar, skor SLIK yang buruk, hingga risiko terjebak pinjol ilegal. Padahal, jika digunakan dengan bijak, PayLater bisa menjadi alat bantu keuangan yang mendukung cash flow, menjaga daya beli, dan membangun riwayat kredit formal.
“Pesatnya pertumbuhan PayLater di daerah membuktikan bahwa akses kredit digital yang terjangkau memang nyata. Literasi keuangan tetap jadi fondasi utama agar layanan ini tidak disalahartikan. PayLater bukan pinjaman daring, apalagi pinjol ilegal. Sama seperti layanan kredit keuangan lainnya, jika digunakan secara benar dan bijak, PayLater dapat menjadi solusi keuangan yang memberikan manfaat positif,” ujar Indina Andamari, SVP Marketing & Communications Kredivo.
Sebagai pelopor layanan PayLater di Indonesia, Kredivo menegaskan bahwa ekspansi ke daerah bukan sekadar strategi bisnis, tetapi juga bagian dari komitmen untuk membangun literasi keuangan digital yang merata. Ini sejalan dengan upaya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mendorong peningkatan literasi keuangan secara inklusif di berbagai daerah. Melalui berbagai inisiatif seperti #AutoMikir, #AndaiAndaPandai, Generasi Djempolan, dan Kredicast, Kredivo aktif mengedukasi masyarakat mengenai literasi keuangan sekaligus untuk lebih bijak memanfaatkan PayLater. Edukasi ini tak hanya penting untuk pengguna, tapi juga untuk memperkuat fondasi industri keuangan digital yang sehat dan berkelanjutan, khususnya di luar Jabodetabek.
Pertumbuhan PayLater juga membuka peluang besar dalam memperluas akses kredit dan mendorong ekonomi lokal. Namun, minimnya literasi masyarakat terhadap cara kerja PayLater kerap memicu risiko, mulai dari penipuan hingga ketidaktahuan bahwa keterlambatan pembayaran bisa tercatat di SLIK dan berdampak pada skor kredit.
Menanggapi hal tersebut, Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital CELIOS, mengungkapkan Pertumbuhan PayLater di daerah menunjukkan bahwa masyarakat semakin mencari solusi keuangan yang relevan dengan kebutuhan: mudah diakses, cepat, dan terjangkau. Ini sinyal positif bahwa gap layanan keuangan formal mulai terisi. Namun, pertumbuhan PayLater harus dijaga arahnya.
Salah persepsi soal PayLater, risiko gagal bayar, hingga pencatatan negatif di SLIK adalah dampak serius yang perlu diantisipasi akibat rendahnya literasi masyarakat. Kehadiran PayLater harus diiringi dengan sikap bijak dalam menggunakan layanan teknologi finansial ini, agar tidak merugikan diri sendiri. Karena itu, edukasi terkait dengan “pinjam dengan bijak” bukan sekadar pelengkap, namun menjadi kewajiban agar pertumbuhan ini sehat dan inklusif.”