goodmoneyID – Pemerintah luncurkan program penjaminan kredit modal kerja dengan plafon pinjaman mulai dari Rp10 miliar hingga Rp1 triliun, bagi sektor korporasi padat karya dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi nasional.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa pemerintah akan menjamin kredit modal kerja bagi sektor korporasi padat karya melalui 2 special mission vehicle (SMV) Kementerian Keuangan. Yakni, PT Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII).
Pemerintah berharap melalui program ini dapat mendorong kredit modal kerja baru bagi sektor korporasi sampai Rp100 triliun pada tahun 2021.
“Program ini penting agar menjadi daya tahan agar korporasi bisa me-rescheduling dan meningkatkan kredit modal kerja,” kata Airlangga saat telekonferensi pers, Jakarta, Rabu (29/7).
Dengan program penjaminan ini, seluruh perbankan dapat berkontribusi terhadap pemulihan ekonomi tersebut dengan melakukan restrukturisasi kredit. Serta menyalurkan kredit modal kerja baru bagi dunia usaha sehingga perekonomian bisa kembali pulih.
“Pemerintah berharap tahun 2021 merupakan momentum sehingga di Q3 yang didorong oleh pemerintah, di Q4 mulai sektor korporasi kembali menjadi pengungkit perekonomian nasional,” tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menjelaskan bahwa program penjaminan kredit ini dapat menjadi katalis untuk menggerakkan kembali aktivitas ekonomi. Pasalnya, saat ini perbankan enggan menyalurkan kredit dan para pelaku usaha pun menahan diri untuk mengajukan pinjaman kredit modal kerja karena kondisi ekonomi yang belum pulih dari dampak pandemi Covid-19.
“Kalau dua-duanya menunggu, tidak ada katalis, ekonomi berhenti. Mau pemerintah melakukan berbagai upaya enggak akan bisa, karena APBN tidak lebih dari 16% dari GDP kita,” ucap Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengungkapkan, bahwa dalam program penjaminan kredit ini, pemerintah akan menjamin terhadap 60% terhadap kredit sedangkan 40% ditanggung oleh perbankan. Namun, untuk sektor prioritas pemerintah memberikan kontribusi penjaminan lebih besar, 80% oleh pemerintah dan 20% oleh perbankan.
Adapun sektor-sektor yang diberikan prioritas oleh pemerintah dalam program tersebut, yakni pariwisata, otomotif, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, elektronik, kayu olahan, furniture, produk kertas serta sektor usaha yang memenuhi terdampak Covid-19, dan merupakan padat karya.
Sementara, kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah terhadap perusahaan yang hendak memanfaatkan program ini adalah aktivitasnya terdampak oleh Covid-19. Jenis usahan banyak menyerap tenaga kerja (labour intensive), dan memiliki efek multiplier signifikan dan berpotensi mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Selain itu, perusahaan-perusahaan juga wajib membuktikan bahwa aktivitas bisnis mereka turun. Menyertakan dokumentasi pembuktian bahwa perusahaan tersebut memiliki karyawan di atas 300 orang, memiliki dampak multiplier yang tinggi, dan menyediakan dokumen rencana penggunaan anggaran terkait daya tahan ataupun daya ekspansi perusahaan.
“Kita semua berikhtiar, kalau menunggu siap, ekonominya sudah habis semua dari masa kemampuan untuk bertahan. Maka kita harus mampu untuk melakukan creative dan inovasi dalam policy,” pungkasnya.