goodmoneyID – Koalisi #BersihkanIndonesia luncurkan platform bersihkanbankmu.org untuk mendorong empat bank terbesar BRI, Mandiri, BNI dan BCA untuk hentikan pembiayaan batu bara.
Di tengah tren lembaga finansial global yang berbondong-bondong keluar dari pembiayaan batu bara, bank-bank di Indonesia justru masih mendanai batubara. Studi Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) mengungkap sebanyak 100 lembaga finansial telah memiliki kebijakan untuk keluar dari pendanaan sektor energi kotor batubara.
Sementara, laporan Urgewald (2020) menyebut terdapat 6 (enam) bank nasional Indonesia yang memiliki portofolio pembiayaan ke perusahaan batu bara baik hulu maupun hilir.
Andri Prasetiyo, peneliti dan Manajer Program Trend Asia menilai respons bank domestik kontradiktif dengan tren global dalam menerapkan model pembiayaan berkelanjutan.
“Bank nasional bukannya melihat keluarnya jasa keuangan internasional dari bisnis batu bara sebagai suatu pertanda akan kelamnya masa depan industri ini, tetapi malah melihat ruang pendanaan yang tercipta sebagai peluang,” ujarnya dalam diskusi publik Bersihkan Indonesia yang bertajuk “Risiko Pembiayaan Batu Bara pada Industri Perbankan Nasional, Kamis (20/1/22).
Lebih jauh dari itu, Andri menekankan bahwa komitmen lembaga perbankan untuk keluar dari bisnis batu bara (coal phase out), harus dilakukan dari hulu ke hilir. Artinya, bank tidak hanya berhenti mendanai PLTU batu bara, tetapi juga berhenti mendanai perusahaan tambang batu bara dan produksi produk turunan batu bara seperti DME dan gasifikasi yang ini sedang digenjot pemerintah.
“Bank perlu berhenti mendanai entitas mana pun yang masih memiliki batu bara dalam portofolionya, jadi bukan hanya perusahaan batu bara,” imbuhnya.
Andri mencontohkan, bank BRI merupakan salah satu bank yang mendanai proyek batu bara. Menurut dia, hal tersebut bukan hanya bertentangan dengan prinsip berkelanjutan yang digembar-gemborkan, tetapi juga memprihatinkan karena dana yang digunakan di bank plat merah ini dihimpun dari nelayan, petani dan pedagang pasar kecil. Proyek batu bara yang didanai BRI berpotensi besar merusak mata pencaharian para nasabah BRI ini.
Indonesia Team Leader 350 Indonesia, Sisilia Nurmala Dewi menuturkan potensi kerugian negara dari krisis iklim tidak sedikit. Saat ini, setiap tahunnya, kerugian akibat krisis iklim yang harus ditanggung APBN adalah 110 triliun rupiah dan angka itu akan baik menjadi 115 triliun rupiah per tahun pada tahun 2024, menurut Bappenas.
“Transisi energi penting untuk atasi krisis iklim dan investasi yang dibutuhkan tidak sedikit. Namun, kenapa sebagian besar stimulus fiskal diberikan kepada pihak-pihak yang bakar energi fosil yang malah akan memukul mundur upaya Indonesia untuk melakukan transisi energi.” paparnya.
Sejak perjanjian Paris ternyata masih banyak banget uang bank swasta dan nasional yang mengalir ke industri batu bara, yaitu sebanyak 89 triliun rupiah dari 6 bank di Indonesia sejak tahun 2008.
“Bank-bank ini mengaku memberikan biaya berkelanjutan, tetapi nyatanya persentasenya cilik banget! Contohnya BNI 1% saja, Mandiri 0.7% dari pembiayaan segmen corporate dan commercial banking dan BRI hanya 1.5% saja,” tuturnya.
Menurut Sisil, tuntutan masyarakat sipil di Indonesia sederhana, yaitu untuk membatasi pemanasan global di angka yang telah disepakati yaitu 1,5 derajat Celsius, maka bisnis batu bara dan keluar dari semua perusahaan yang punya batu bata di portofolio dan keluar dari perusahaan batu bara.
Koordinator Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat, Pius Ginting menjelaskan dengan tetap melakukan pembiayaan batu bara, sebenarnya dampaknya bisa dilihat lebih jauh yaitu banyak debitur khususnya dari petani yang berpotensi gagal bayar akibat adanya dampak dari perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas pembangkit batu bara.
“Dari hasil riset kami ada temuan bahwa petani justru paling berisiko seperti gagal bayar akibat krisis iklim ini adalah petani yang ternyata risiko kebencanaan dari krisis iklim tidak di-cover oleh asuransi” jelas Pius
Dwi Rahayu, Peneliti Koalisi Responsibank menyebutkan, batu bara sayangnya masih dianggap bisnis yang dapat didanai oleh pembiayaan keberlanjutan karena ada aspek-aspek dari bisnis batu bara menggunakan teknologi tertentu yang diajukan dalam taksonomi hijau oleh ESDM.
Dalam diskusi hari ini, Koalisi Bersihkan Indonesia meluncurkan platform kampanye #BersihkanBankMu untuk mengajak publik dan nasabah dari empat bank nasional terbesar, yaitu: Mandiri, BRI, BNI, dan BCA untuk menghentikan pendanaannya ke bisnis batu bara.
Pada platform #BersihkanBankMu, publik dapat menyuarakan opininya dengan cara menandatangani petisi yang akan dikirimkan ke bank pilihan via change.org dan juga mengirimkan tweet dukungan via twitter.
Selain itu, publik juga dapat mempelajari informasi terkait pendanaan ke bisnis batu bara dari keempat bank diatas di halaman khusus per bank. Kami berharap bahwa institusi perbankan nasional dapat menghentikan pendanaan ke bisnis batu bara dan mengalihkannya pada proyek energi yang lebih bersih. Untuk mempelajari kampanye ini lebih lanjut, bersihkanbankmu.org dan ajak bankmu untuk menjadi lebih hijau!