goodmoneyID – Wakaf atau menyerahkan kepemilikan harta agar dipergunakan untuk kepentingan umat adalah salah satu kegiatan amal yang diajarkan dalam Islam, selain zakat, infak dan sedekah.
Jika zakat hukumnya wajib, artinya harus dilaksanakan oleh muslim yang mampu agar tidak berdosa. Lain halnya dengan wakaf, infaq dan sedekah, yang hukumnya adalah sunah atau jika dikerjakan dapat pahala, sebaliknya jika tidak dilaksanakan juga tidak berdosa.
Setiap muslim yang baik pasti menginginkan bisa berwakaf sebab dalam wakaf ini dijanjikan pahala jariah atau pahala yang akan terus mengalir meski yang berwakaf sudah meninggal dunia, sepanjang harta yang diwakafkan itu masih bermanfaat.
Sebab itu, kaum muslim lebih gemar memberikan wakaf dalam bentuk aset tak bergerak, seperti tanah, membangun masjid, pesantren, dan sekolah-sekolah muslim.
Namun, pengertian Wakaf kini sudah mulai luas, tak lagi soal tanah, pembangunan masjid, sekolah atau kuburan, wakaf bisa juga berbentuk pemberian uang tunai yang bisa dipergunakan untuk kegiatan bermanfaat.
Tentunya, aset yang diwakafkan ini dilarang diperjual-belikan atau hanya boleh diambil manfaatnya.
Baru baru ini, Pemerintah meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GWNU) di Istana Negara Jakarta pada 25 Januari 2021. Hal ini menarik, sebab GWNU diluncurkan ditengah maraknya korupsi dan narasi Islamphobia.
Lalu munculah pertanyaan, akankah GWNU mendulang sukses?
Sukses atau tidaknya GWNU tergantung kepercayaan umat Islam terhadap Lembaga bentukan negara. Sebab, GWNU menyasar umat Islam sebagai stakeholder mayoritas di negeri ini.
Potensi Wakaf di Indonesia sangat besar, menurut kalkulasi Pemerintahan Jokowi, potensinya bisa mencapai Rp 2.000 triliun per tahun, sementara potensi wakaf uang bisa mencapai Rp.188 triliun per tahun. Angka yang sangat menarik bukan?
Wakaf uang dinilai lebih mudah dalam segmen pengumpulannya. Ada empat segmen dari sisi kemudahan pengumpulan wakaf uang yang dapat dilakukan.
Segmen pertama, wakaf dari kelas menengah Muslim, konformis dan universalis di segmen elite dan menengah atas. Data Badan Wakaf Indonesia (BWI) mencatat disegmen kelas menengah potensi wakaf uang emncapai Rp, 2,5 triliun pertahun.
Segmen kedua, ASN yang jumlahnya 4,2 juta jiwa. Anggaran untuk belanja pegawai pada APBN 2020 sebesar Rp 416,1 triliun. Dengan mengambil besaran setengah persen per bulan untuk wakaf, diperoleh potensi wakaf uang ASN Rp 2 triliun per tahun.
Segmen ketiga, perusahaan nasional. Menteri Pendayagunaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam dengar pendapat dengan DPR, 30 Juli 2015 menyebutkan, potensi dana corporate social responsibility (CSR) perusahaan nasional Rp 12 triliun per tahun.
Dengan asumsi pertumbuhan dana CSR 10 persen per tahun maka pada 2020, mencapai Rp 19 triliun. Sebaran CSR menurut pemanfaatan, di bidang pendidikan 19 persen dan kesehatan 16 persen.
Dengan asumsi sektor potensial dikonversi menjadi wakaf adalah sektor pendidikan dan kesehatan, diperoleh potensi wakaf lembaga sebesar (19+16) persen x Rp 19 triliun = Rp 6,65 triliun.
Segmen keempat, hasil pengolahan tanah wakaf. Asumsi dari 4,1 miliar meter persegi tanah wakaf, 10 persen berada di lokasi strategis dengan harga rata-rata Rp 10 juta per m2, diperoleh Rp 400 triliun.
Jika aset itu dikomersialisasikan dalam wakaf produktif, dengan potensi apresiasi harga pasar 5 persen per tahun dan return on asset (yield atas tanah) 5 persen per tahun, dihasilkan manfaat wakaf sebesar 10 persen atau Rp 40 triliun per tahun.
Dengan demikian, total potensi wakaf uang di Indonesia, 130 + 2 + 6,65 + 40 = Rp 178,65 triliun per tahun, dibulatkan menjadi Rp 180 triliun.
Untuk mencapai angka ini butuh persiapan dan strategi yang matang. Setidaknya ada empat agenda yang mesti dilakukan.
Pertama, menggerakkan wakaf aparatur sipil negara (ASN) se-Indonesia. Ini sudah dimulai oleh Kementerian Agama (Kemenag).
Kedua, menggerakkan kelas menengah Muslim, kelompok konformis dan universalis di segmen elite dan menengah atas. Penting memperbanyak sosialisasi dan literasi wakaf uang kepada mereka melalui media sosial.
Ketiga, mengajak perusahaan nasional menyalurkan CSR-nya dalam bentuk wakaf.
Keempat, membina para nazir meningkatkan kapasitasnya dalam pengelolaan wakaf tanah. Dengan langkah ini, tak mustahil potensi Rp 40 triliun per tahun dapat tercapai.