RI Tawarkan Trade Balance Energi Senilai 15 Miliar USD ke AS, Fokus LPG dan Logam Tanah Jarang

Loading

goodmoneyID – Pemerintah Indonesia terus mengupayakan strategi perdagangan dan investasi yang menguntungkan di tengah dinamika global, termasuk hubungan dagang dengan Amerika Serikat (AS). Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, menyatakan bahwa Indonesia tengah menunggu hasil keputusan negosiasi dagang, khususnya dalam sektor energi dan sumber daya alam, yang saat ini masih diupayakan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Menurut Yuliot, salah satu inisiatif yang tengah dikaji adalah penawaran  trade balance senilai sekitar USD 15 miliar dari sisi energi. Hal ini dilakukan sebagai bentuk upaya untuk menjaga keberlanjutan neraca perdagangan dengan AS, seiring dinamika kebijakan dagang dari pihak Amerika, termasuk yang ditetapkan saat era Presiden Trump.

“Pak Menko Perekonomian masih mengupayakan, kita sudah offer-kan trade balance, dari sisi energi sekitar 15 miliar USD. Kita lihat nanti bagaimana keputusan akhirnya,” ujar Yuliot saat diwawancarai saat acara Sarasehan Nasional “Mendorong Keberlanjutan Industri Hulu Minyak dan Gas untuk Kemandirian Energi” Katadata, (Selasa 8 Juli 2025).

Terkait komoditas energi, Yuliot menegaskan bahwa kebutuhan utama Indonesia dari AS saat ini adalah Liquefied Petroleum Gas (LPG), bukan Liquefied Natural Gas (LNG). “Yang kita butuhkan itu LPG, bukan LNG. Kalau LNG kita justru cukup dan bahkan ekspor,” jelasnya. Dengan demikian, impor energi dari AS hanya terbatas pada minyak mentah dan LPG.

Meski demikian, pihak ESDM tetap mempertimbangkan faktor teknis dan ketersediaan komoditas sebelum menambah daftar impor dari AS. Yuliot juga menambahkan bahwa untuk Bahan Bakar Minyak (BBM), Indonesia masih mengandalkan produksi dalam negeri melalui kilang yang ada, namun tetap membuka kemungkinan impor jika kebutuhan meningkat.

“Kita lihat kondisi yang ada, produksi dalam negeri seperti apa, dan apakah negara mitra sanggup menyuplai. Karena kebutuhan kita besar dan jaraknya jauh, maka faktor teknis jadi pertimbangan,” katanya.

Tak hanya sektor energi, Indonesia juga sedang mendorong kerja sama investasi dari AS untuk sektor mineral, khususnya logam tanah jarang dan mineral kritis lainnya. Pemerintah telah mengidentifikasi beberapa tambang, termasuk tambang brownfield, yang siap ditawarkan kepada investor asing.

“Kita menawarkan investasi untuk logam tanah jarang dan mineral kritis. Ini sudah disampaikan ke Pak Airlangga untuk ditawarkan,” tutur Yuliot.

Dalam sektor pertambangan, isu bea keluar untuk komoditas seperti batu bara dan emas juga menjadi sorotan. Yuliot menyatakan bahwa pembahasan terkait kebijakan tersebut masih belum final. Namun ia menekankan bahwa Kementerian ESDM memegang peran penting dalam memberikan masukan teknis mengingat pengetahuan mendalam mengenai industri batu bara nasional.

“Bea cukai masih menunggu masukan dari ESDM karena kami yang paling tahu kondisi industri batu bara,” tegasnya.

Langkah-langkah ini menunjukkan strategi aktif Indonesia dalam menjaga keseimbangan neraca dagang serta menarik investasi asing di sektor energi dan mineral. Pemerintah berharap pendekatan yang dilakukan dapat memperkuat hubungan ekonomi bilateral dengan AS tanpa mengorbankan kepentingan nasional, terutama di sektor energi yang strategis.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x