goodmoneyID – Dalam perdagangan sore ini, Senin (8/6) Rupiah ditutup melemah 7 point di level Rp13.885 dari penutupan sebelumnya Rp13.892. Direktur TRFXGaruda Berjangka, Ibrahim mengatakan dengan banyaknya stimulus dan suku bunga rendah bahkan negatif diberbagai Negara mengakibatkan arus modal asing kembali membanjiri pasar valas, obligasi dan SUN dalam negeri.
“Karena pelaku pasar mencari imbal hasil yang lebih tinggi dan negara yang di anggap aman untuk menginvestasikan dananya, serta mendapat rekomendasi dari pemeringkat rating internasional yaitu ModdysRatings dan Fich Ratings. Wajar kalau Bank Indonesia pada rilis hari ini, mengungkapkan cadangan devisa indonesia per akhir Mei meningkat USD2,6miliar,” ungkap Ibrahim dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/6).
BI mencatat pada akhir Mei 2020 cadangan devisa (cadev) Indonesia USD130,5 miliar. Naik dibandingkan posisi bulan sebelumnya sebesar USD127,9 miliar.
Cadev tersebut menjadi catatan tertinggi sejak awal tahun ini. Kemudian jika stimulus global terus berlanjut, sangat mungkin cadangan devisa terus akan meningkat dibulan-bulan berikutnya.
Apalagi didukung oleh stabilitas dan prosfek ekonomi yang tetap baik, yang dapat membawa arah perbaikan yang cepat dan ini diluar dugaan baik oleh Pemerintah, Bank Indonesia maupun para pengamat.
“Ini waktu yang tepat untuk melakukan konsolidasi apalagi masa New Normal atau transisi sudah diberlakukan. Sehingga kepercayaan pasar kembali meningkat dan wajar kalau arus modal asing kembali masuk ke pasar dalam Negeri, walaupun dalam penutupan pasar hari ini mata uang Garuda stagnan sesuaidengan prediksi,” tambah Ibrahim.
Dalam perdagangan besok, Ibraam memperkirakan rupiah kemungkinan akan menguat cukup tajam antara 100 hingga 200 point di range Rp13.695 – Rp13.900.
Sedangkan kondisi eksternal mengungkapkan, bahwa data tenaga kerja AS dan tingkat pengangguran bulan Mei di luar dugaan mengalami peningkatan dan ini diluar ekspektasi para analis.
Data NFP AS per Mei menunjukkan pertambahan jumlah orang yang dipekerjakan di luar sektor Pertanian dan Pemerintah sebesar 2,5 juta orang, padahal sebelumnya para analis memperkirakan terjadi pengurangan sebesar 7,7 juta. Tingkat pengangguran turun menjadi 13,3% dari sebelumnya 14,7%.
“Namun positifnya data tenaga kerja tersebut tidak bisa mengangkat penguatan indek Dollar karena secara bersamaan di penjuru negara bagian AS sedang terjadi gelombang demonstarsi yang menjurus kerusuhan akibat isu rasisme bahkan sudah menyebar ke berbagai negara di dunia,” ujar Ibrahim.
Fitch Ratings memperkirakan nilai stimulus moneter dalam bentuk pembelian surat-surat berharga (quantitative easing) oleh seluruh bank sentral dunia pada tahun ini bisa mencapai USD6 triliun. Di AS, neraca bank sentral Negeri Paman Sam (The Federal Reserve/The Fed) pada pertengahan Maret tercatat USD4,3 triliun.
Namun, pada akhir April jumlahnya membengkak menjadi USD6,5 triliun. Kemudian Bank Sentral Uni Eropa (ECB) pada pertengahan Maret hingga medio April membeli surat-surat berharga dengan nilai total EUR120 miliar. Sebelumnya, nilai quantitative easing hanya sekitar EUR20 miliar per bulan.
“Sementara Bank Sentral Inggris (BoE) berencana menambah pembelian obligasi Pemerintah senilai GBP200 miliar. Sedangkan Bank Sentral Jepang (BoJ) meluncurkan program tambahan pembelian Exchange Traded Funds (ETFs) sampai dengan JPY12 triliun,” tutup Ibrahim.