goodmoneyID – Ekonom senior Faisal Basri, mengatakan dimasa wabah Covid-19 seperti sekarang banyak industri yang turun tahta. Namun kedepan setelah Covid-19 usai, sektor industri manufaktur dalam bentuk packs dan komponen bakal menguntungkan.
“Ke depannya, yang akan punya potensi untuk bisa kita kembangkan adalah sektor-sektor industri manufaktur, yang dalam bentuk packs and componens,” terang Faisal dalam videoconverence online, Jumat (24/4).
Lanjut Faisal, China dalam beberapa tahun terkahir menjadi sumber penghasil industri manufaktur terbesar dunia dan sudah menjadikanya sebagai global value chain. Akan tetapi sejalan dengan dampak covid-19 negara negara di seluruh dunia, mulai mengurangi peranan China dalam rantai pasokan utama.
“saya melihat negara lain, mulai mengurangi peranan china dalam global value chain ini,” imbuhnya.
Indonesia punya peluang yang sangat besar dalam merebut posisi China sebagai Negara global value chain. Tapi tentu harus dibarengi dengan kualitas dan pembangunan SDM yang unggul. Namun, menurut Faisal jika masih seperti sekarang sangat sulit.
“Ini kita punya peluang luar biasa besarnya, tapi kita pendekatannya harus pengembangan industri secara tematik. Jadi tidak bisa kalau masih seperti sekarang,” kata Faisal.
Faisal juga mengatakan untuk melibatkan peranan UMKM, namun jika UMKM harus bergerak sendiri sangat berat untuk masuk dalam global. Saat ini pemerintah sudah melakukan berbagai hal guna mendorong UMKM naik kelas, dengan cara memberikan beberapa anggaran. Namun, UMKM tidak diberi akses kepada global value chain.
Menurut Faisal, cara terbaik membantu UMKM adalah dengan membuka UKM luar negeri untuk masuk ke Indonesia, cara ini dapat membuka gerbang Indonesia kepada akses global value chain.
“Jadi dengan disruption global value chain, industri harusnya sadar tidak bisa mengandalkan diri kepada China. Bahkan Jepang saja memberikan insentif kepada perusahaannya untuk keluar dari China. Ini peluang sangat luar biasa bagi Indonesia,” ujar Faisal.
Dengan berbagai macam jenis barang yang bisa di buat oleh UMKM Indonesia, Faisal yakin Indonesia bisa menawarkan diri untuk bekerjasama dengan UKM dari luar negeri yang ke Indonesia. Sebagai contoh, UKM Jepang mau datang ke Indonesia, mereka tentu akan mencari partner dan akan buka pabrik disini, dan membuat barang yang belum ada di negara asalnya, lalu tenaga kerja Indonesia bisa terserap dari sini.
“UKM yang kita bayangkan adalah UKM yang masih convergent components di negara Negara asalnya. Misalnya di Jepang, mereka itu akan borongan. Tidak seperti Mitsubishi, Toyota kalau datang ke Indonesia mereka akan bikin cabang. Kalo si UKM ini, mereka bedhol Desa, bedhol Negara. Jadi usahanya di jepang mereka tutup, pindah ke Indonesia. Menghasilkan convergent components yang belum dihasilkan produsen components ukm di Indonesia. Mereka tidak akan bawa buruhnya. Mereka akan pakai buruh di Indonesia,” imbuhnya.
Keterlibatan partner lokal inilah yang UMKM Indonesia mulai ambil peranannya. Dengan kerjasama seperti ini akses global value chain makin terbuka lebar.
“Jadi ukm itu nggak sekedar dikasih dana dana itu tanpa muatan supply chain. Ini kan selama covid. Jadi pasca covid sungguh strateginya harus berubah,” ujar Faisal.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Masyita Crystallin mengatakan untuk mencapai hal tersebut bukan langkah mudah, UMKM di Indonesia harus lebih dulu memperbaiki kualitas, supply chain, serta SDM mereka.
“Banyak kualititf reform yang harus dilalui, UMKM sudah dalam radar pemerintah untuk program penanangan ekonomi nasional,” pungkas Masyita.