godmoneyID – Indonesia perlu menyelesaikan pekerjaan rumah guna memperkuat industri perbankan syariah agar potensi besar negara ini menjadi pusat gravitasi ekonomi halal dunia dapat terwujud. Tiga hal yang perlu dilakukan yakni dukungan regulasi, peningkatan daya saing perbankan syariah dan literasi dan inklusi keuangan syariah.
Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan sektor keuangan syariah memainkan peran strategis dalam ekosistem industri atau ekonomi halal. Penyaluran pembiayaan yang kuat menjadi satu kunci untuk industri halal melakukan ekspansi bisnis.
Saat ini, menurut Eko, dukungan bank syariah terhadap berbagai aktivitas ekonomi memang relatif masih rendah. Padahal sokongan industri perbankan untuk menjadikan Indonesia sebagai pemimpin ekonomi syariah tidak kalah penting.
Eko menggarisbawahi satu kendala utama bank syariah di Tanah Air saat ini adalah permodalan. Sebagaimana diketahui sektor perbankan adalah industri padat modal, yang artinya dapat bergerak dengan bebas bila memiliki kantong tebal.
Untuk lebih meningkatkan peran bank Syariah,lanjut Eko, satu hal yang bisa dilakukan saat ini adalah mendorong lebih banyak produsen untuk masuk ke dalam ekosistem halal.
“Setelah banyak produsen masuk dalam ekonomi halal, akan lebih mudah mendorong bank-bank menyediakan layanan pembiayaan syariah. Karena pada umumnya bank follow the trade begitu ekonomi halal meningkat dengan cepat mereka akan menyambut,” katanya, Sabtu (19/2).
Dia pun menekankan bahwa jangan sampai Indonesia kehilangan momentum untuk menjadi negara adidaya dalam ekonomi syariah. Padahal saat ini pasar ekonomi halal tidak hanya menjadi incaran negara-negara mayoritas muslim, tapi juga negara non-muslim.
“Di tengah persaingan tersebut, Indonesia harus mengoptimalkan peluang yang dimiliki secara tepat,” tambah Eko.
Sebagai gambaran di Indonesia saat ini terdapat 12 bank syariah dan 20 unit usaha syariah (UUS). Dari 12 bank syariah tersebut, ada enam bank yang memiliki modal inti kurang dari Rp2 triliun. Sedangkan hanya satu bank yang memiliki modal inti lebih dari Rp20 triliun, yakni PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI.
Seperti diketahui, BSI merupakan hasil penggabungan tiga bank syariah milik Himbara. BSI yang baru genap berusia satu tahun pada 1 Februari lalu memang mengemban tugas besar dari pemerintah untuk menopang ekonomi syariah dan industri halal di Tanah Air.
Terpisah, senada dengan Eko, pengamat ekonomi syariah Irfan Syauqi Beik mengatakan capaian Indonesia saat ini belum menggambarkan kekuatan sesungguhnya. Oleh karena itu wajar bila negara ini disebut berpotensi menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia.
“Sektor ekonomi syariah ada tiga, riil, keuangan, dan sosial. Di Indonesia, semuanya masih memiliki gap antara realita dan potensi. Artinya ruang pengembangan masih sangat besar,” katanya.
Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per Oktober 2021, pembiayaan yang disalurkan bank syariah naik 7,9% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp418 triliun. Secara persentase angka ini lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan bank umum konvensional yang naik 3,3% yoy pada periode tersebut.
Akan tetapi secara nilai, pembiayaan bank syariah terpaut jauh dengan bank konvesional. Bank syariah menyalurkan dana senilai Rp418 triliun, sedangkan bank umum Rp5.784 triliun.
Oleh sebab itu, untuk mendorongnya, kata Irfan, ada tiga hal yang dapat dilakukan. Pertama, perlu adanya regulasi dari pemerintah Indonesia yang mewajibkan beberapa wilayah kerja harus melaksanakan transaksi melalui bank syariah.
Kedua, perbankan syariah harus meningkatkan daya saing dengan cara memberikan layanan yang mudah, murah, dan ramah. Ketiga, meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah juga harus dilakukan secara bersama-sama.
Pentingnya literasi & Inklusi
Sementara itu, Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada berpendapat serupa dengan Irfan. Reza mengatakan selain permodalan, Indonesia juga perlu menguatkan literasi dan inklusi keuangan syariah.
Dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia, saat ini literasi keuangan syariah baru sekitar 8,93%. Adapun literasi keuangan konvesional di kisaran 38,03%. Begitu pula dengan indeks inklusi keuangan syariah yang baru sekitar 9,1%, sementara itu inklusi keuangan nasional telah mencapai 76,19%.
“Apabila literasi keuangan syariah meningkat artinya semakin banyak masyarakat yang paham mengenai cara kerja perbankan syariah dan manfaatnya seperti apa,” katanya.
Di sisi lain, mengacu Data State of Global Islamic Economy (SGIE) Report 2020/2021, ekonomi syariah Indonesia berada pada urutan keempat, setelah Malaysia, UAE, Bahrain, dan Arab Saudi. Indikator yang menjadi penilaian antara lain keuangan syariah, pariwisata, industri fesyen, obat-obatan, kosmetik, dan produk makanan.
Dari seluruh indikator tersebut, Indonesia rata-rata berada dalam peringkat 10 besar. Ada dua sektor yang masuk dalam peringkat 5 besar, yakni makanan dan minuman serta fesyen.