goodmoneyID – Di setiap krisis, semangat berbagi dan minat berdonasi masyarakat Indonesia selalu meningkat tajam, termasuk saat ini di masa pandemi Covid-19. Di berbagai daerah, masyarakat bergerak saling membantu dan membangun solidaritas melawan dampak pandemi tanpa menunggu bantuan pemerintah.
Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) melihat Organisasi Pengelola Zakat (OPZ), tampil menjadi salah satu garda terdepan dan tercepat masyarakat dalam respon bencana Covid-19 ini. Lembaga Riset tersebut mengidentifikasi respon OPZ terhadap Covid-19 secara umum terbagi dalam 3 kelompok respon.
“Pertama, intervensi kesehatan melawan Covid-19, mulai dari tindakan pencegahan seperti edukasi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), layanan penyemprotan disinfektan, penyediaan disinfection chamber, bantuan hygiene kit, layanan hotline psiko-sosial, dan pembagian masker, hingga tindakan tanggap darurat kesehatan seperti penyediaan APD (alat pelindung diri) dan ventilator, dukungan untuk tenaga medis, layanan ambulan untuk pasien dan jenazah, layanan isolasi mandiri dan pendampingan ODP, hingga pemulasaran jenazah,” kata Yusuf Wibisono, Direktur IDEAS, di Tangerang Selatan, Kamis (21/05).
Dia menambahkan Bentuk respon kedua adalah intervensi sosial untuk ketahanan pangan masyarakat terdampak Covid-19, mulai dari bantuan paket sembako, bantuan makanan siap saji, bantuan uang tunai, hingga mendorong ketahanan pangan melalui inisiatif kebun pangan keluarga.
“Sedangkan yang Ketiga yaitu intervensi ekonomi, mulai dari skema cash for work dengan melibatkan pelaku usaha mikro terdampak, seperti ojek daring, dalam kegiatan respon bencana hingga menalangi hutang masyarakat miskin terdampak,” ungkap Yusuf Wibisono.
Kontribusi OPZ dalam penanggulangan Covid-19 ini tidak dapat diremehkan. Yusuf Wibisono memberikan contoh, LAZ Dompet Dhuafa dalam masa pandemi ini telah melakukan berbagai program dengan dukungan sumber daya 8 rumah sakit, 1 rumah sakit lapangan, 21 klinik, 30 unit ambulan, 5 unit ambulan jenazah dan memasang lebih dari 300 disinfection chamber, yang menjangkau hingga 30 provinsi. Dengan demikian, peran serta ribuan OPZ di penjuru negeri dalam penanggulangan Covid-19, baik OPZ Nasional, Provinsi, maupun Kabupaten-Kota, dipastikan adalah signifikan.
Seiring turunnya interaksi dan mobilitas sosial karena wabah Covid-19, jutaan orang secara tiba-tiba mengalami penurunan pendapatan secara drastis, tidak dapat menjalankan pekerjaan rutin mereka, bahkan kehilangan pekerjaan. Dalam skenario perekonomian sangat berat, terdapat potensi tambahan 4,8 juta orang miskin dan 5,2 juta pengangguran pada tahun ini.
“Ke depan, dengan situasi pandemi yang masih belum mereda dan tidak dapat diperkirakan dengan pasti kapan akan berakhir, peran serta OPZ menjadi salah satu harapan masyarakat,” tutur Yusuf Wbisono.
IDEAS juga mendorong peningkatan peran OPZ dalam penanggulangan Covid-19 ke depan, dengan memberi beberapa rekomendasi ke semua pihak terkait.
Pertama, IDEAS mendorong diversifikasi penghimpunan dana OPZ. Meski minat berdonasi meningkat pesat di saat pandemi ini, namun sebagian besar OPZ mengalami penurunan penghimpunan dana yang cukup signifikan, dalam rentang 20 hingga 50 persen.
Hal ini hasil dari kombinasi jatuhnya basis utama donatur tradisional yang terkonsentrasi pada zakat penghasilan/profesi, yang di sisi lain tidak mampu ditutup oleh kenaikan basis donatur baru yang terkonsentrasi pada sedekah terikat atau dana kemanusiaan.
Dibutuhkan upaya diversifikasi penghimpunan dana yang masif oleh OPZ ke segmen donatur non tradisional, termasuk optimalisasi dana CSR/PKBL dari perusahaan hingga individu-individu ultra kaya.
“Kemampuan OPZ yang kuat dalam inovasi program, jaringan kerja yang luas, identifikasi penerima yang tepat sasaran dan kecepatan respon yang tinggi, menjadi daya tawar OPZ terhadap perusahaan dan lembaga donor,” kata Ahsin Aligori, peneliti IDEAS pada kesempatan yang sama.
Ahsin menyarankan OPZ juga perlu melakukan komunikasi khusus ke donatur individual ultra kaya yang perilaku donasinya masih cenderung berorientasi jangka pendek, desentralistis dan interpersonal, sehingga lebih menyukai pemberian donasi secara langsung ke kelompok miskin, bahkan dilakukan secara demonstratif ke publik.
“Kedua, IDEAS mendorong dilakukannya kemitraan pemerintah-OPZ dalam pelaksanaan program jaring pengaman sosial, terutama dengan menjadikan OPZ sebagai mitra pelaksana program Bansos dan Distribusi Sembako, baik untuk 1,9 juta keluarga di Jabodetabek maupun untuk 9 juta keluarga di Non Jabodetabek,” tutur Ahsin.
Dia menambahkan bahwa kekuatan OPZ dalam identifikasi sasaran dan kecepatan respon dapat menjadi solusi untuk menutup carut marut distribusi bantuan sosial pemerintah yang seringkali lamban dan tidak tepat sasaran.
Disaat yang sama, dibutuhkan upaya besar untuk menyerap tenaga kerja kerah biru yang kini banyak menganggur atau setengah menganggur.
“Dibandingkan program Kartu Prakerja yang menelan anggaran hingga Rp20 triliun, program padat karya atau cash for work yang banyak dilakukan OPZ dapat menjadi solusi, memberdayakan pengangguran dengan memberi mereka pekerjaan, sekaligus membangun kapasitas lokal dan menyediakan peluang-peluang ekonomi produktif, yang akan memfasilitasi perekonomian untuk kembali ke jalur normal dengan cepat,” ungkap Ahsin.
Ketiga, IDEAS mendorong kelompok masyarakat terkaya untuk berpartisipasi, berbagi dan berdonasi secara lebih masif melalui lembaga filantropi, terutama melalui OPZ. Insentif moral dan spiritual perlu dikedepankan disini, mengingat kepemilikan kekayaan kelompok teratas ini yang sangat signifikan.
Per Maret 2020, sekitar Rp100 ribu pemilik rekening menguasai hingga Rp3 ribu triliun dana simpanan di perbankan nasional. Jika Rp100 ribu pemilik rekening ini bersedia berdonasi 0,3% saja, akan terhimpun dana setidaknya Rp10 triliun, setara dengan penghimpunan dana seluruh OPZ saat ini dalam setahun.
“Inilah saatnya bagi kelompok terkaya untuk membantu sesama dan menyelamatkan bangsa dari krisis,” tutur Ahsin dengan nada penuh penegasan.
Keempat, IDEAS mendorong pemerintah untuk secara intensif mengadopsi pendekatan pembiayaan defisit anggaran untuk penanggulangan Covid-19 yang lebih berbasis instrumen filantropi, bukan instrumen komersial murni.
Pemerintah dapat menarik potensi investor untuk instrument pembiayaan defisit berbasis filantropi dengan menekankan pada transparansi, tata kelola dan akuntabilitas penggunaan dana untuk penanggulangan pandemi dan perlindungan kelompok miskin, termasuk menekankan eksistensi kemitraan pemerintah dengan OPZ untuk jaring pengaman sosial.
“Instrumen berbasis filantropi yang perlu diintensifkan dalam pembiayaan defisit anggaran ini antara lain adalah socially responsible investment (SRI) bond dan sukuk wakaf (cash-waqf linked sukuk),” tutup Ahsin.