goodmoneyID – Beberapa waktu lalu santer pemberitaan, bahwa Pemerintah Republik
Indonesia akan meningkatkan impor komoditas Garam dari luar negeri menjadi sebanyak 3,07 ton pada 2021, relatif meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menuai kontra dari Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama (SNNU).
“Kami setelah melihat dan mendengar di lapangan, dari para petani garam di Indramayu, Cirebon Jawa Barat, Jawa Timur dan dari Nusa Tenggara Timur, mereka menyatakan keresahan mereka terkait prouksi garam mereka yang tidak terserap pasar, bahkan harga dipetani mencapai 100-300 rupiah per kilohramnya. Ini tentu sangat meresahkan, daerah-daerah ini memproduksi lebih dari separuh produksi garam nasional dan mereka menjerit,” ujar Witjaksono, Ketua Umum Pimpinan Pusat SNNU, Kamis (25/3).
Sesuai RPJMN, bahwa pada tahun 2021 produksi garam nasional adalah 3 juta ton, sedangkan kebutuhan nasional berkisar pada angka 4 juta ton, jika kita impor 3 juta ton lalu petani mau makan apa? Anak-anak mereka mau sekolah pakai apa? Jika dibiarkan terus seperti ini maka petani adalah pihak yang dirugikan, sehingga para petani berpotensi alih profesi dan lahan garam berpotensi alih fungsi.
“Data yang kami himpun dari Badan Pusat Statistik, bahwa pada 2020 sebesar impor naik drastis setelah pertengahan tahun, tepatnya bulan Agustus. Dalam kurs rupiah ke dollar AS Rp. 14.000, maka harga pembelian kita dari luar negeri adalah berkisar diatas Rp. 1000, dari China sendiri mencapai Rp. 1.500 per kg nya, sedangkan hari ini harga di petani kita Rp. 100-300 perak per kg,” kata Witjaksono.
Bersama para pengurus wilayah dan cabang serta nelayan yang terhimpun bersama SNNU dari Merauke hingga Sabang menyatakan secara tegas pertama, menolak impor garam sejumlah 3 ton pada tahun 2021. Kedua, mendesak pemerintah untuk berpihak pada petani garam dan masarakat kecil, melakukan pendampingan, intensifikasi produksi, pembukaan lahan garam mencapai baru hingga 100rb hektar, alih kelola teknologi dan mekanisasi serta meodernisasi pertanian garam dan memberantas mafia garam serta pencari rente impor garam.
Ketiga, mendesak Pemerinah Republik Indonesia untuk berhenti melakukan impor garam dalam target dua tahun sejak hari ini atau maksimal pada bulan Agustus tahun 2023. Keempat, mendesak Pemerinah Republik Indonesia untuk segera menetapkan Standar Harga Garam Nasional minimal Rp. 700-1000 per kg.
Dan kelima, mendukung pernyataan Ketua Umum PBNU, Al Mukarrom Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, M.A. menolak impor beras serta mendesak pemerintah untuk bersungguh-sungguh mewujudkan kedaulatan pangan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Lebih lanjut maka negara kita akan benar-benar bergantung pada impor, tidak berdaulat pada sektor pangan.
Perhitungan data internal kami setelah melibatkan 28 pengurus wilayah dan 355 cabang diseluruh Indonesia, maka seharusnya pada periode tahun ini impor kita hanya sekitar 1 juta ton, tidak lebih dari itu.
Karena sebetulnya stok di petani cukup banyak. Jumlah warga Nahdliyin setidakya 110 juta, dimana hanya sekitar 10% yang tingal di perkotaan, sisanya tinggal di pedesaan, pegunungan dan pesisir.
Setidaknya ada 40-60 juta masyarakat Nahdliyin yang tinggal di pesisir, berprofesi sebagai nelayan, pekerja dan pelaku usaha kelautan dan perikanan. Selama ini masyarakat kecil, terutama warga Nahdliyin hanya didjadikan sebagai objek di dalam perpolitikan nasional dan selalu termarjinalkan tatkala bicara perekonomian nasional.
Politisi hanya hadir dikala Pemilu dan Para Pengusaha hanya menjadikan masyarakat sebagai objek sasaran pasar mereka. Seharusnya pemerintah turut membantu masyakat agar lebih berpihak pada masyarakat kecil dengan menjadikan mereka sebagai pelaku usaha yang terkoordinir secara korporasi maupun koperasi sesuai arahan Bp. Presiden RI, Bp. Joko Widodo. Namun, Jika impor terus dijalankan dan bahkan ditingkatkan kwantitasnya maka dipastikan masyarakat kecil yg paling dirugikan dimana sebagian besar adalah warga Nahdliyin.
“Jika permasalahannya ada pada harga yan lebih mahal daripada impor, maka pemerintah perlu turun langsung, berantas para mafia garam atau tengkulak nakal. Lakukan operasi pasar, subsidi bisa juga menjadi opsi,” tutup Ketum SNNU.