goodmoneyID – Dalam rangka mendukung industri keuangan yang sehat, stabil,
dan berdaya saing tinggi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Cetak Biru
Pengembangan Sumber Daya Manusia Sektor Jasa Keuangan 2021-2025.
Kehadiran cetak biru tersebut sebagai pendukung pengaturan dan pengawasan sektor jasa
keuangan di Indonesia.
“Cetak Biru ini berperan sebagai pedoman bagi para pemangku kepentingan dalam
menentukan arah dan prioritas pengembangan SDM khususnya dalam mendukung
kesiapan menghadapi perkembangan terkini. Cetak biru ini disusun secara bersamasama dengan para pemangku kepentingan, diantaranya asosiasi kelembagaan/profesi
serta akademisi.”, kata Wimboh dalam sambutannya, di Jakarta Selasa (25/5).
Ada beberapa alasan yang menjadi dasar mengapa perlu disusun Cetak Biru
Pengembangan Sumber Daya Manusia Sektor Jasa Keuangan 2021-2025.
Pertama, Transformasi digital yang berlangsung saat ini perlu
didukung dengan sumber daya manusia yang memadai;
Kedua, Implementasi tata kelola, risiko dan kepatuhan memerlukan sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas;
Ketiga, Kesenjangan kompetensi sumber daya manusia saat ini masih tinggi;
Keempat, Dinamika perubahan global yang perlu diantisipasi dalam pengembangan sumber
daya manusia
Kelima, Pertumbuhan sektor jasa keuangan syariah perlu didukung dengan
sumber daya manusia yang berkualitas;
Keenam, Industri sektor jasa keuangan mengelola dana masyarakat sebesar Rp23.234 triliun (per Desember 2020);
Ketujuh, Aspek perlindungan konsumen yang perlu diperkuat dengan menyediakan sumber daya manusia yang kompeten;
Kedelapan, Sampai saat ini OJK belum memiliki Cetak Biru Pengembangan Sumber Daya Manusia Sektor Jasa Keuangan.
Disamping itu, Cetak Biru Pengembangan Sumber Daya Manusia Sektor Jasa Keuangan 2021-2025 ini merupakan turunan dari Masterplan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) 2021- 2025 yang telah diluncurkan sebelumnya.
“Visi dari cetak biru ini adalah “Mewujudkan sumber daya manusia sektor jasa
keuangan yang profesional, berintegritas, dan berdaya saing global dalam rangka
meningkatkan kinerja sektor jasa keuangan” imbuh Wimboh.
Selanjutnya visi tersebut didukung dengan 4 (empat) misi yaitu (i). Mengembangkan standarisasi kompetensi sumber daya manusia sektor jasa keuangan; (ii). Mengembangkan metode peningkatan komptensi sumber daya manusia sektor jasa keuangan; (iii). Mengembangkan infrastruktur pendukung sumber daya manusia sektor jasa keuangan; dan (iv) Mengembangkan sumber daya manusia sektor jasa keuangan yang memiliki kompetensi digital.
Seluruh program kerja tersebut sudah mengakomodir aspirasi, keinginan dan
kebutuhan pengembangan sumber daya manusia sektor jasa keuangan baik di industri
Perbankan, Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank.
“Cetak biru ini dapat dimanfaatkan oleh pelaku di industri jasa keuangan sebagai
pedoman dalam meningkatkan komptensi dan kualitas SDM guna mendukung tumbuh
dan kembangnya industri jasa keuangan secara berkelanjutan. Dengan adanya cetak
biru ini, industri jasa keuangan menjadi lebih maju, kompetitif dan stabil dengan
dukungan SDM yang professional, berintegritas dan berdaya saing global”, kata Ibu
Nurhaida di kesempatan yang sama.
Dalam melaksanakan program kerja tersebut, nantinya diperlukan dukungan dan
kerjasama dari berbagai pemangku kepentingan khususnya pelaku industri jasa
keuangan, asosiasi profesi di industri jasa keuangan, dunia pendidikan, serta lembaga
lainnya. Pelaksanaan program kerja tersebut nantinya akan dilakukan secara bertahap
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesuai dengan kemampuan dan rencana kerja di
masing-masing pemangku kepentingan.
Cetak Biru Pengembangan Sumber Daya Manusia Sektor Jasa Keuangan 2021-2025
ini dapat terwujud dengan adanya dukungan dan kerjasama dari satuan kerja di sektor
pengawasan Perbankan, Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank di Otoritas
Jasa Keuangan, maupun sumbangan pemikiran dan masukan dari asosiasi
kelembagaan maupun asosiasi profesi di sektor jasa keuangan.
“Besar harapan Kami, setiap pemangku kepentingan dapat melaksanakan program
pengembangan SDM ini baik secara mandiri maupun berkolaborasi dengan pemangku
kepentingan lainnya.” tutup Wimboh.