Arah & Peluang Pembiayaan Ekspor 2022

Loading

Oleh: Djoko Retnadi, Advisor untuk CEO Indonesia Eximbank.

goodmoneyID – Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, ekonomi Indonesia ke depan akan berfokus pada hilirisasi komoditas, digitalisasi ekonomi, dan ekonomi hijau atau ramah lingkungan.

Hilirisasi komoditas artinya kita harus mampu mengurangi ketergantungan ekonomi dari sisi ekspor yang hanya berjualan komoditas dengan harga yang sangat fluktuatif, karena  sangat ditentukan kekuatan pasar. Digitalisasi ekonomi perlu diwujudkan utamanya akibat adanya tekanan pandemic covid19 yang mengubah pola bisnis untuk semakin meminimalisir interaksi antarpelaku (peopleless) sehingga semua transaksi akan lebih banyak dilakukan melalui platform digital.

Sedangkan yang dimaksud ekonomi hijau adalah bahwa Indonesia harus mampu melepaskan ketergantungan pada energi fosil. Sesuai rencana di tahun 2060, penggunaan batu bara dan energi fosil akan berkurang menjadi sekitar 15% saja, di mana sampai saat ini masih 85%.

Semua upaya ekonomi ke depan tersebut pasti akan membutuhkan investasi dan pembiayaan yang sangat besar. Sebagai contoh di bidang komoditas pertambangan yaitu ekspor bauksit harus dihentikan di tahun 2022, timah batangan di tahun 2024, dan tembaga di tahun 2023 yang kesemuanya harus dijawab dengan pembangunan smelter yang semakin banyak dengan akselerasi yang tinggi.

Di bidang ekonomi hijau, di tahun 2031 semua PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) yang berbahan bakar batubara harus telah dihentikan dan digantikan dengan EBT (Energi Baru Terbarukan).

Walaupun penggunaan batubara sebagai sumber energi masih ditolerir sampai 2040, namun selama masa transisi peralihan penggunana energi tersebut, akan dibutuhkan pembangunan pembangkit listri dengan bahan bakr EBT, selain diperlukannya pabrik pengubah batubara menjadi Dimethyl Ether (DME) sebagai pengganti Liquified Petroleum Gas (LPG) yang sekaligus akan menghemat belanja negara hingga Rp 20 triliun, karena  LPG yang sebagian masih diimpor harganya jauh lebih tinggi daripada harga DME.

Upaya Hilirisasi Komoditas

Sebagaimana pernah disampaikan oleh Menteri Perindustrian, fokus hilirisasi saat ini adalah pada industri berbasis bahan tambang dan mineral (feronikel), migas dan batubara, dan agro (sawit).

Pada hilirisasi berbasis bahan tambang dan mineral difokuskan pada program pengembangan industri smelter. Sampai saat ini kapasitas smelter yang telah beroperasi antara lain, untuk nikel mencapai 12,3 juta ton, untuk alumunium 6 juta ton, untuk tembaga 3,2 juta ton, dan untuk besi baja 19 juta ton. Pembangunan industri smelter logam sejak tahun 2015 sampai dengan kuartal III 2021 sudah mencapai 69 perusahaan.

Pada hilirisasi industri berbasis migas dan batu bara, saat ini sedang berlangsung pembangunan proyek gasifikasi batu bara. Proyek gasifikasi batu bara antara lain pabrik coal to chemical di Tanjung Enim dan Kutai Timur dan pembangunan coal to methanol di Meulaboh, Aceh. Proyek-proyek ini diharapkan dapat mengolah batu bara menjadi methanol sebanyak 4.5 juta ton per tahunnya.

Proyek gasifikasi batu bara ini didukung oleh ketersediaan sumber daya batu bara yang mencapai 38,84 miliar ton hingga 2091 dengan laju produksi tahunan sebesar 600 juta ton.

Penerapan hilirisasi industri berbasis agro yaitu ekspor dari olahan sawit yang didominasi produk hilir cenderung meningkat dalam kurun lima tahun terakhir. Kontribusinya terhadap ekspor cukup signifikan yang ditunjukkan oleh rasio volume ekspor bahan baku (CPO) sebesar 9,27%, sedangkan produk hilirnya sebesar 90,73% (Agustus 2021) dan ragam produk hilir dari 54 jenis pada tahun 2011 menjadi 168 jenis tahun 2021.

Hilirisasi komoditas kelapa sawit dan minyak kelapa sawit yang juga dikembangkan untuk pasar global termasuk untuk keperluan food, fuel, fine chemical, fito-nutrient (vitamin dan nutrisi), feed (pakan ternak), dan fiber (serat untuk material baru)

Salah satu pencapaian program pengembangan industri bahan bakar nabati yang terus dilaksanakan sepanjang tahun 2020 melalui Program Mandatory Biodiesel 30% (B30) telah menyerap sekitar 10,2 juta ton CPO sebagai bahan baku. Selain itu juga berperan sebagai alat untuk demand management, menyerap oversupply produksi CPO dunia, dan mempertahankan harga CPO dunia, termasuk menjaga harga beli tandan buah segar di tingkat petani tetap tinggi.

Dengan kebijakan tersebut, diharapkan akan terjadi penghematan devisa dari pengurangan impor BBM diesel sekitar Rp 38,3 triliun, penciptaan nilai tambah CPO sebesar Rp 13,19 Triliun, dan pengurangan emisi gas rumah kaca setara CO2 sebesar 16,98 juta ton.

Nilai tersebut dapat semakin besar jika telah terbangun keterpaduan rantai pasok yang hingga saat ini masih perlu pembenahan. Sebagai contoh, pertumbuhan industri CPO dan produk CPO selama ini lebih banyak diikuti perrtumbuhan industri hulu seperti industri fatty acid, fatty alcohol, dan methyl ester. CPO belum dimanfaatkan untuk pengembangan industri hilir seperti farmasi, kosmetik, surfactant, dan kimia dasar organik.

Kebijakan Investasi dan Peluang Pembiayaan

Sebagaimana dijelaskan oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), target investasi tahun 2022 sekitar  Rp 1.200 triliun. Target tersebut dibutuhkan sebagai salah satu faktor untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,4% sampai 6% di tahun 2022. Kebijakan investasi yang akan diterapkan ke depan ada lima, yaitu, pertama, promosi untuk meyakinkan investor bahwa Indonesia ramah terhadap investasi. Pemerintah telah menerbitkan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang diharapkan akan meningkatkan transparansi, efisiensi, kecepatan dan kepastian.

Kedua, menindaklanjuti upaya promosi investasi dengan membantu investor mengurus layanan perizinan, baik bagi investor dalam maupun luar negeri. PP No. 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko menjelaskan bahwa pengurusan perizinan sudah harus berbasis elektronik via Online Single Submission (OSS).

Proses tersebut dilakukan di Kementerian Investasi, sehingga keputusan tentang keluarnya perizinan bisa segera ditetapkan saat berkas persyaratan sudah lengkap. Semua kebijakan tersebut dalam rangka menciptakan kepastian investasi. Ketiga, membantu financial closing, bila investor membutuhkan bantuan tersebut. Keempat, memberikan layanan end to end kepada investor sampai realisasi investasi Kelima, membantu pendampingan sampai tahap produksi.

Dengan target investasi senilai Rp. 1.200 triliun tersebut, apabila diasumsikan porsi pinjaman bank dan non bank adalah 65%, maka peluang pembiayaan bagi bank dan non bank di tahun 2022 akan sebesar Rp. 780 triliun. Belum lagi memperhitungkan apabila di antara para investor tersebut terdapat perusahaan asing yang membawa modal dari negaranya 100%. Maka peluang bank dan non bank untuk memberikan pinjaman modal kerja akan lebih banyak lagi.

Bank dan non Bank akan lebih mudah membidik pembiayaan investasinya, apabila target investasi pemerintah ini diselaraskan dengan rencana hilirisasi komoditas yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan sebagaimana diuraikan sebelumnya.

Jelas bahwa pembiayaan Bank dan Non Bank di tahun 2022, tidak akan jauh berada pada kebijakan untuk mendukung ekonomi Indonesia menuju hilirasasi komoditas utamanya pertambangan, perkebunan, dan energi.

Catatan ke Depan

Arah ekonomi Indonesia 2002 dan seterusnya telah dirumuskan yaitu hilirisasi komoditas, digitalisasi ekonomi, dan ekonomi hijau yang berekelanjuan.

Dengan demikian semua upaya yang menuju ketiga arah tersebut wajib mendapakan dukungan dari seluruh pihak, baik pelaku usaha, perbankan, dan pemrintah agar berbagai target yang diinginkan pemerintah ke depan benar-benar menjadi pegangan.

Upaya pemerintah melakukan hilirasi produk komoditas ekspor seperti sawit, batubara, dan feronikel wajib didukung dalam rangka menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi melalui jalur ekspor yang lebih berkelanjutan. Bila masih ada celah untuk tidak mendukungnya harus dikurangi.

Sebagaimana terjadi di ekspor batubara, masih ada pelaku yang berusaha tidak memenuhi DMO (Domestic Market Obligation) karena tergiur harga global yang keuntungannya dapat untuk menutupi penalty yang mungkin dikenakan oleh pemerintah. Pelanggaran seperti ini tidak boleh terjadi lagi ketika pemerintah sungguh-sungguh mewajibkan hilirasi barubara menjadi DME yang menghasilkan methanol yang harganya lebih murah sebagai penganti LPG yang sekarang subsidinya mencapai Rp 60 triliun.

Langkah pemerintah untuk mewujudkan hilirisasi komoditas semakin serius. Berbagai insentif dan kemudahan investasi, penerapan pajak eskpor dan bea keluar komoditas yang tinggi, dan promosi investasi di sektor pertambangan makin gencar.

Untuk lebih mendisiplinkan para pelaku hilirisasi komoditas unggulan ekspor tersebut, maka pemerintah perlu menyusun peta jalan (road map) hilirisasi komoditas dengan memasukkan beberapa pertimbangan yaitu, pertama, produk apa yang akan menjadi andalan ekspor dan kapan kerangka waktu pencapaiannya.

Kedua, berapa besar kapasitas yang diharapkan akan terpasang beserta kerangka waktu pencapaiannya, sekaligus menentukan berapa besar industry hilir tersebut akan menyerap komodiats primer yang dihasilkan saat ini. Ketiga, perlu segera dilakukan studi pasar ke negara mana produk hasil hilirisasi tersebut akan diekspor dan berapa besar porsi yang digunakan untuk mendukung industri dalam negeri.

Dengan menetapkan ketiga langkah tersebut paling tidak, akan mendisiplinkan pemerintah dan pelaku usaha hilirisasi komoditas untuk secara tertib memenuhi peta jalan yang ditetapkan. Selain itu yang lebih utama adalah terjaganya keseimbangan volume ekspor komoditas primer dan kebutuhan material untuk proses hilirisasi, sekaligus menjamin bahwa komoditas andalan ekspor kita akan tetap berkelanjutan, berdaya saing tinggi, sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi melalui jalur ekspor secara lebih berkesimbanungan.