BBRI Berpotensi Tembus Rp5.300 dengan Kapitalisasi Rp600 Triliun, Dari Holding UMi

Loading

goodmoneyID – Pembentukan holding BUMN Ultra Mikro (UMi) dengan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI sebagai induknya, diproyeksikan mendorong apresiasi investor sehingga dinilai akan mengatrol harga saham dan kapitalisasi bank berkode saham BBRI tersebut.

Hal tersebut diungkapkan Head of Research PT Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma. Bahkan menurutnya banyak investor yang menyukai aksi korporasi ini.

Pasalnya, potensi pengembangan bisnis perusahaan-perusahaan negara yang masuk dalam holding akan semakin kuat. Selain itu dengan holding, BUMN terkait akan lebih banyak menciptakan multiplier effect terhadap ekonomi.

“Kami positif memandang pembentukan holding ini. Akan terjadi sinergi dengan bisnis mereka. Banyak investor yang pasti suka dengan integrasi ini,” kata Samuel dalam keterangan resminya kepada goodmoneyID, Selasa (13/7).

Adapun proses pembentukan holding sudah mulai mendekati rampung setelah Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2021 sebagai payung hukum holding UMi terbit. Beleid itu hadir sebagai bentuk perwujudan visi pemerintah meningkatkan aksesibilitas layanan keuangan segmen ultra mikro yang sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024.

Sesuai PP tersebut, holding terdiri atas tiga entitas BUMN yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI, PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Masyarakat Madani (Persero) atau PNM. Selanjutnya, akan ada pembahasan rinci dalam RUPSLB BRI pada 22 Juli 2021 mendatang.

Berdasarkan perhitungan teknis, Suria menyampaikan target harga untuk BBRI dengan mempertimbangkan pembentukan holding adalah Rp5.300 atau di kisaran 3,1 x PBV. Dengan adanya rights issue, kata dia, kapitalisasi pasar BBRI berpotensi mendekati atau melebihi Rp600 triliun.

Dia melanjutkan rasio kecukupan modal BRI mampu naik menjadi 23% dari 19,8% pada kuartal pertama tahun ini. Rasio kecukupan modal ini menurutnya adalah kekuatan BRI untuk mendukung PNM dan Pegadaian agar lebih agresif dalam melakukan ekspansi pada segmen ultra mikro nasional.

“CAR-nya itu akan bisa naik lagi. Artinya kekuatan modalnya kuat,” ujarnya menjelaskan.

Di sisi lain, Suria pun menyoroti kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi dalam penerbitan saham baru BRI. Lantaran harga saham BBRI yang dianggapnya cukup mahal. Hal itu menurutnya kendala umum bagi emiten blue chip.

“Kalau bisa terserap semua [saham right issue] itu bagus. Tapi memang ini adalah kendala umum emiten blue chip dalam menerbitkan saham baru. Harganya pasti tinggi dan penghimpunan dananya pasti besar,” imbuhnya.

Kinerja BRI Diklaim Terpacu

Dalam kesempatan berbeda Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan mengamini hal tersebut. Bahkan menurutnya dalam jangka panjang kinerja saham BRI akan terpacu signifikan.

Seperti diketahui pada Senin (14/6), manajemen BRI merilis keterbukaan informasi terkait rencana rights issue dalam rangka pembentukan holding UMi. Perusahaan menyampaikan rights issue akan dilakukan sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku di Indonesia dan menggunakan bentuk selain uang (rencana inbreng).

BRI melakukan aksi korporasi tersebut dengan menerbitkan 28,67 miliar saham seri B dengan nilai nominal Rp50 per saham. Pemerintah selaku pemegang saham pengendali BRI melakukan inbreng atas 99,9% saham di Pegadaian dan PNM.

Alfred mencermati, setelah pengumuman keterbukaan informasi tersebut, saham BBRI memang sempat turun. Namun menurutnya hal itu hanya akan bersifat sementara.

“Supply penerbitan saham memperbanyak jumlah saham yang beredar. Tentu ini mempengaruhi perdagangan tapi sifatnya short term. Jangan melihat dalam jangka pendek, holding ini mendorong signifikan untuk performa BBRI (ke depan). Karena memang tadi dari sisi aset aja penambahannya hanya sekitar Rp100 triliun dibandingkan aset BRI yang ribuan triliun,” ujarnya.

Optimisme Alfred berdasar pada kinerja BBRI yang selama ini dikenal positif. Selain itu, didorong pula oleh segmen ultra mikro serta UMKM yang memiliki peran besar dalam menyokong perekonomian nasional.

Seperti diketahui, segmen usaha tersebut memiliki porsi sekitar 99% dari total unit usaha di Tanah Air. Sehingga, akan membuka sumber pendapatan baru dengan pasar yang lebih luas bagi BRI.

“Jadi kalau prospek kita melihat artinya tidak berubah (karena BRI selalu berkinerja positif). Kalau bicara segmen memang segmen mikro yang paling banyak marginnya, jadi kalau untuk kondisi ini dengan melihat ke depan ya tadi pasar akan semakin meyakinkan lagi. Jadi arahnya semakin tegas lagi untuk BRI,” tutupnya.