Chatib Basri Ungkap Alasan Masyarakat Indonesia Ingin New Normal Segera Dilakukan

Loading

goodmoneyID – Kasus Covid-19 di Indonesia saat ini masih terus bertambah, per Hari ini Kamis (25/6) kasus positif bertambah 1.178 orang, sehingga totalnya adalah 50.187 orang. Berdasarkan survei Saiful Mujani Research And Consulting (SMRC), saat ini mayoritas warga Indonesia atau 80% ingin New Normal diberlakukan secepatnya meskipun angkanya terus bertambah.

Mantan Menteri Keuangan Periode 2012-2013 Republik Indonesia, Chatib Basri mengatakan mayoritas orang menganggap demikian, sebab mereka mengira jika new normal dilakukan segera maka ekonomi mereka akan cepat membaik.

“Mereka yang kerja di sektor informal kenapa cenderung setuju new normal cepat cepat dilakukan, karena mereka sudah tak bisa bertahan jika tidak bekerja, PSBB mereka tak bisa beraktivitas di luar rumah,” ujar Chatib Basri dalam Webinar bersama survei SMRC, Kamis (25/6).

Data dari SMRC secara demografis, terlihat yang setuju adalah mereka yang berpenghasilan rendah kebawah dan berpendidikan rendah. Sementara yang berpenghasilan Rp5 juta keatas, seperti Dosen, pekerja kantoran, guru, dan mereka yang berpendidikan tinggi, cenderung ingin menunda dulu pemberlakukan new normal.

Sebab, mereka yang ingin menunda New Normal, masih punya tabungan untuk hidup kedepan, berbeda dengan yang ingin New normal cepat dilakukan.

“Jadi kalau dia orang kaya itu punya kemewahan. Kelompok pendapatan Rp5 juta keatas mengatakan itu sebaiknya ditunda dulu pemberlakukan new normal, yang berpendidikan tinggi juga demikian. Seperti yang kerja sebagai guru, dosen profesional mereka ingin sebaiknya ditunda dulu,” ujar Chatib.

Chatib menegaskan jika saja pemerintah mampu memberikan social protection bagi semua warganya bukan hanya yang miskin, tentu akan berbeda, banyak yang mau stay di rumah. Ia mencontohkan seperti yang dilakukan negara Swedia, dimana penduduknya mau tinggal di rumah begitu juga Denmark karena ada jaminan sosial dari pemerintah.

“Kembali bekerja menjadi pilihan para pekerja informal ini, walaupun itu beresiko. Makanya ini pasar tradisional akhirnya rame lagi, sebab pedagang tidak punya pilihan lain kalau mereka gak dagang maka tak ada pemasukan,” ujar Chatib.

Ini mencerminkan, bahwa situasi bagi kelas sosial menengah bawah pemberlakuan PSBB itu sangat berat. meskipun menengah keatas juga terkena dampaknya.

Kata Chatib, masalah sesungguhnya bakal bisa dirasakan justru pada Maret 2021, dimana setelah UMKM telah habis masa restrukturasinya, mereka apakah mampu tumbuh dan bisa mengembalikan itu semua.

“Nanti Maret 2021 mereka betul – betul harus bayar, problemnya akan muncul di bank dan koperasi. Masyarakat pada tahun depan kondisi mereka akan membaik atau tidak,” tutup Chatib.