Ekonom IKS Perkirakan Inflasi Akhir Tahun 2020 Sekitar 3,0%

Loading

goodmoneyID – 1 Juli 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa inflasi di bulan Juni berada di angka 0,18% month on month (mom) atau 1,96% year on year (yoy). Kontributor terbesar inflasi pada Juni karena kenaikan harga di kelompok bahan makanan, terutama daging ayam ras dan telur ayam ras.

Peneliti Ekonomi Senior Institut Kajian Strategis (IKS) Universitas Kebangsaan RI Dr. Eric Alexander Sugandi melihat bahwa inflasi pada Juni lebih disebabkan oleh tekanan dari sisi pasokan. Karena gangguan distribusi barang sehubungan dengan pembatasan mobilitas orang dan barang antar provinsi selama periode kenormalan baru (New Normal).

“Walaupun ada tekanan inflasi dari sisi permintaan dengan mulai dibukanya 9 sektor perekonomian, namun tekanan inflasi dari sisi permintaan masih lemah karena masih tertekannya daya beli rumah rumah tangga. IKS memperkirakan inflasi di akhir tahun 2020 akan berada di sekitar 3,0% yoy, namun berpeluang untuk lebih rendah sampai ke 2,7% yoy,” ujar Dr Eric, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (5/7).

Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) mengumumkan bahwa per tanggal 1 Juli 2020, Indonesia naik peringkat dari negara berpendapatan menengah bawah (lower-middle income) menjadi negara berpendapatan menengah atas (uppermiddle income). Eric mengatakan World Bank menggunakan kriteria Pendapatan Nasional Bruto (Gross National Income, GNI) yang diukur dalam current USD untuk menggolongkan negara-negara yang ada ke dalam 4 kategori. Pertama, negara berpendapatan rendah (low income), kedua negara berpendapatan menengah-bawah (lower-middle income), ketiga negara berpendapatan menengah-atas (upper-middle income), dan keempat, negara berpendapatan tinggi (high income).

Penggolongan untuk kategori pertama, kedua dan ketiga lebih bertujuan untuk kebutuhan analisis dan tidak berimplikasi pada tingkat suku bunga dari World Bank. Sementara negara-negara yang masuk ke kategori high income akan dikenakan tingkat suku bunga pinjaman yang jauh lebih tinggi dari ketiga kategori lainnya.

“IKS memperkirakan bahwa dampak langsung kenaikan peringkat Indonesia lebih banyak pada sisi politis atau prestige, namun tidak banyak pada sisi finansial. Meski demikian, kenaikan peringkat ini akan ikut membantu meningkatkan daya tarik Indonesia bagi investor asing yang ingin berinvestasi di sektor riil maupun di sektor portofolio,” jelas Dr Eric.

Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) naik dari 4,904 pada penutupan perdagangan 26 Juni 2020 ke 4,974 pada penutupan perdagangan 3 Juli 2020. Pada periode yang sama, nilai tukar Rupiah (berdasarkan JISDOR Bank Indonesia) melemah dari 14,239 per USD ke 14,566 per USD, terutama karena aliran dana keluar dari pasar obligasi (SBN).

Pelemahan Rupiah ini didorong oleh reaksi negatif investor asing terhadap rencana pertemuan hari Senin minggu ini antara pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan DPR untuk membahas pembiayaan defisit APBN. Para investor mengkhawatirkan makin besarnya defisit APBN dan utang luar negeri pemerintah akan mempengaruhi kemampuan pemerintah Indonesia untuk membayar utang luar negeri, terutama dalam bentuk SBN.