Ekonom: RUU Cipta Kerja Perlu Perhatikan Kepentingan Para Pencari Kerja

Loading

goodmoneyID – Ekonom Australian National University, Arianto Patunru mengatakan perdebatan publik tentang Rancangan Undang-undang Cipta Kerja terlalu timpang  mengenai kepentingan para pekerja. <span;>Sementara porsi pembicaraan tentang mereka yang tidak bekerja kurang mendapat tempat.

“Seringkali orang melihat aturan ketenagakerjaan dalam konteks mereka yang sudah bekerja. Padahal aturan ketenagakerjaan juga pasti mempengaruhi mereka yang sedang mencari kerja,” kata Arianto, dalam seminar bertajuk Menyoal konflik dalam RUU Cipta Kerja dan Dampaknya bagi Segala Sektor  yang diselenggarakan Forum Mahasiswa Ciputat, Jumat (18/9).

“Kita perlu melebarkan observasi, baik dari supply side (yang sudah bekerja dan yang belum bekerja). Juga perlu melihat dari sisi mereka yang membutuhkan tenaga kerja, dalam hal ini perusahaan. Supply side dan demand side harus diperhitungkan, “ ujarnya.

Arianto menjelaskan, jika aturan ketenagakerjaan hanya dilihat dari sisi pekerja saja, maka yang dipikirkan hanyalah bagaimana memaksimalkan kepastian kerja (job security) bagi para pekerja. Dampaknya adalah terpinggirkannya kepentingan para pencari kerja, yang membutuhkan akses yang mudah untuk mendapatkan pekerjaan.

“Supaya mereka mudah mendapat pekerjaan, kita perlu masuk dalam cara pandang pihak yang membutuhkan tenaga kerja, yakni pelaku usaha. Kita perlu menggunakan kaca mata mereka,” tambahnya.

Bagi demand side, beberapa faktor yang dipertimbangkan adalah tentang gaji, berapa lama pekerja itu bisa bekerja, benefit atau tunjangan, misalnya pada aspek kesehatan, rumah, dan seterusnya.

Besarnya pesangon adalah salah satu persoalan yang banyak dikeluhkan oleh banyak pengusaha. Ini membuat iklim investasi kurang ramah bagi para pelaku usaha untuk menanamkan modalnya.

“Tingkat pesangon di Indonesia adalah salah satu yang tertinggi di dunia. Lebih tinggi dari negara-negara tetangga. Tinggi dalam pengertian jumlah bulan gaji untuk pesangon,” tegas Arianto.

Di sisi lain, Arianto melihat ada persoalan pada aspek kompensasi pada para pekerja. Karena itu, dia mengusulkan agar dalam RUU Cipta Kerja, jumlah pesangon dikurangi, tetapi perlu ditetapkan semacam unemployment benefit atau tunjangan pemutusan hubungan kerja yang layak.