goodmoneyID – Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memproyeksikan potensi ekonomi kurban nasional tahun 2020 mencapai Rp20,5 triliun, yang berasal dari 2,3 juta orang pekurban (Shahibul Qurban) di seluruh Indonesia.
Peneliti IDEAS Askar Muhammad, menjelaskan proyeksi tersebut bersumber dari perkiraan 62,4 juta keluarga muslim. Di mana 9% diantaranya adalah kelas menengah-atas, dengan pengeluaran per kapita diatas Rp2,5 juta per bulan.
“Dari 5,6 juta keluarga muslim sejahtera ini, kami perkirakan 40% diantaranya melakukan ibadah kurban. Dengan asumsi, satu keluarga berkurban satu hewan kurban,” terang Askar pada diskusi pemaparan hasil riset IDEASTalk bertajuk ‘Ekonomi Kurban 2020’.
Askar menambahkan, bahwa 2,3 juta orang perkiraan muslim berdaya beli tinggi yang berpotensi menjadi pekurban (shahibul qurban). Dengan kebutuhan hewan kurban terbesar adalah kambing dan domba sekitar 1,9 juta ekor, sedangkan sapi dan kerbau sekitar 452 ribu ekor.
Dengan asumsi marjin perdagangan dan pengangkutan hewan ternak adalah 20%, serta tingkat harga rata- rata kambing/domba di tingkat produsen Rp1,9 juta per ekor dan sapi/kerbau Rp15, juta per ekor, IDEAS memperkirakan nilai ekonomi dari kurban 2020 sekitar Rp20,5 triliun.
“Dengan asumsi berat kambing-domba antara 20-80 kg dengan berat karkas 42,5% serta berat sapi-kerbau antara 250-750 kg dengan berat karkas 50%. Maka potensi ekonomi kurban 2020 dari sekitar 2,3 juta hewan ternak ini setara dengan 117 ribu ton daging,” ujar Askar.
Jika melihat tahun 2019 yang lalu, produksi daging sapi dan kerbau nasional adalah 514 ribu ton, sedangkan produksi daging kambing dan domba 163 ribu ton. Fakta ini menunjukkan bahwa potensi ekonomi dari ritual tahunan kurban tidak dapat dipandang kecil.
Potensi Kurban yang Tidak Merata
Potensi kurban Indonesia tidak terdistribusi secara merata, hal ini mencerminkan kesenjangan pendapatan antar wilayah di Indonesia. Kesenjangan yang lebar terjadi antara daerah perkotaan Jawa dengan wilayah lainnya. Potensi kurban terbesar datang dari wilayah aglomerasi utama Jawa dimana mayoritas kelas menengah muslim dengan daya beli tinggi berada.
“Dari sekitar 5,6 juta keluarga muslim kelas menengah-atas Indonesia, 71% diantaranya berada di Jawa. Dan dari sekitar 4,0 juta keluarga muslim sejahtera di Jawa ini, 2 juta diantaranya berada di Jabodetabek dan 1 juta lainnya tersebar di Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, dan Malang,” ungkap Askar.
Dengan kelas menengah-atas muslim terkonsentrasi di perkotaan utama Jawa, maka potensi kurban terbesar diperkirakan datang dari wilayah tersebut. IDEAS memproyeksikan pasar hewan kurban terbesar adalah Jabodetabek dengan permintaan 184 ribu sapi dan 673 ribu kambing-domba, berturut-turut setara dengan 41% dan 36% permintaan sapi dan kambing-domba kurban nasional.
Keseluruhan wilayah aglomerasi utama Jawa diproyeksikan membutuhkan 273 ribu sapi dan 995 ribu kambing-domba, setara dengan 60% dan 53% permintaan sapi dan kambing-domba kurban nasional. Dengan sentra ternak nasional berada di daerah pedesaan Jawa dan luar Jawa, maka setiap Idul Adha selalu menjadi momentum keriuhan arus perdagangan hewan kurban.
“Arus perdagangan utama hewan kurban ini kami proyeksi terjadi, terutama dari sentra sapi potong di Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, serta dari sentra kambing-domba di Jawa Barat, Banten, dan Jawa Tengah, menuju pasar utama kurban nasional yaitu Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Malang dan Semarang,” tutup Askar.