Idul Fitri, Geliat Ekonomi, Momentum Keluar Resesi

Loading

goodmoneyID – Snouck Hurgronje sejak tahun 1904 memberikan gambaran kepada pemerintah pusat Belanda tentang tradisi yang terjadi dalam momentum lebaran, yang oleh mereka pada saat itu disebut sebagai tahun barunya pribumi (inlands nieuwjaar). Momentum terjadinya kegiatan ekonomi yang melonjak, masyarakat membelanjakan uang dan terjadi puncak transaksi ekonomi.

Tradisi inilah yang menjadi budaya sampai kini. Lebaran menjadi momentum kegiatan konsumsi yang menjadi leverage atau daya ungkit perputaran ekonomi secara makro.

Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP HIPMI, Ajib Hamdani menyebutkan perputaran uang yang terjadi pada momentum lebaran ini mengalami kenaikan signifikan, terutama dengan mengalirnya dana Tunjangan Hari Raya (THR).

Data dari pemerintah menunjukkan terjadi perputaran dana THR ini di kisaran 150 triliun. Kalau kita sandingkan dengan data Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2020 sebesar 15.434,2 triliun, dana putaran THR ini memberikan kontribusi sebesar 1% dari PDB.

Tidak mengherankan kemudian ketika Bu Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Republik Indonesia, menyarankan agar masyarakat membelanjakan alokasi THR yang ada, terutama belanja untuk komoditas produksi dalam negeri. Harapannya tentunya untuk memberikan multiplier effect, terutama tumbuhnya UKM di Indonesia, karena UKM menopang lebih dari 60% PDB.

“Sisi lain, kita melihat pergerakan pertumbuhan ekonomi kuartal 1 masih terkonstraksi sebesar -0,74%, memperpanjang periode ekonomi Indonesia masuk ke jurang resesi. Dengan data negatif yang masih berjalan, Presiden Jokowi mempunyai harapan dan orientasi ekonomi pada kuartal kedua bisa melejit di kisaran 7%,” ujar Ajib Hamdani, Kamis (13/5).

Sebuah target yang sangat menantang dan diperlukan dorongan dari sisi regulasi secara total. Karena ekonomi cenderung tidak bisa dibiarkan berjalan alamiah dengan target yang begitu tinggi. Apalagi, jangan sampai pemerintah mengeluarkan regulasi yang kontraproduktif terhadap sentimen ekonomi di lapangan, misalnya opsi menaikkan tarif pajak.

Naiknya daya beli masyarakat di momentum lebaran, bisa menjadi salah satu pendongkrak dan penopang harapan pertumbuhan ekonomi kuartal kedua sesuai harapan. Pemerintah harus menjaga ritme daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat, sambil secara paralel menekan potensi inflasi. Karena ketika terjadi inflasi (misalnya terjadi karena kebijakan pajak yang tidak tepat), maka akan secara langsung mengurangi tingkat kesejahteraan masyarakat.

“Kuartal kedua ini menjadi tolok ukur pencapaian target pertumbuhan ekonomi secara agregat tahun 2021, sebesar 4,5%-5,5%. Dan, Lebaran atau Iedul Fithri ini menjadi bagian momentum yang harus terkelola dengan baik. Iedul Fitri, dalam geliat ekonominya, menjadi momentum untuk keluar dari resesi,” tutupnya.