Kemendag Bakal Atur Tumbuh-Kembang Kripto Dengan Sandbox Policy

Loading

goodmoneyID – Pemerintah andalkan skema sandbox policy dalam mengahadapi pertumbuhan ases kripto yang berkembang di dalam negeri. Kebijakan akan terus menjunjung tinggi perdagangan bermanfaat dan adil.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, peraturan yang berlaku dalam mengawasi terus perdagangan cryptocurrency sesuai koridor perudangan. Meski demikian, kebijakan yang berlaku saat ini akan mengikuti dinamika pasar.

“Kita akan menggunakan sandbox policy dimana (perdagangan) jalan dulu dan saat bersamaan kita akan perbaiki peraturan, dengan menjamin kerahasiaan sekaligus transaksasinya,” jelasnya dalam talkshow ‘Mengelola Demam Aset Kripto’, Jakarta, Kamis (17/6).

Informasi tambahan, sandbox policy merupakan suatu ruang uji coba terbatas yang aman untuk menguji penyelenggara teknologi finansial beserta produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnisnya.

Hal itu ditujukan Kemendag untuk memastikan kegiatan perdagangan adil sekaligus equal playing field, sehingga berguna antara penjual dan pembeli. Sepanjang Januari-Mei 2021, pengguna aset kripto yang juga berhasil tumbuh lebih dari 50%, dari sekitar 4 juta orang menjadi 6,5 juta orang saat ini.

Begitu pun jika ditilik dari sisi nilai aset kripto di Indonesia yang membengkak hingga Rp370 triliun. Jumlah itu naik lima kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat berada di angka Rp65 triliun saja.

Adapun, Lutfi mengidentifikasi, kenaikan investor di bisnis komoditi digital aset itu disebabkan adanya tuntutan digitalisasi ekonomi. Sehingga dirinya pun tidak menyangkal pertumbuhan aset kripto menjadi sangat penting.

“Karena aset kripto ini akan menjadi bagian dari hilirisasi ekonomi digital, terutama 5G, komputasi awan, IoT dan kecerdasan buatan. Karena itu, kita melihat bagaimana pertumbuhan ekonomi kripto sangat tinggi,” ujarnya.

Apalagi, Kemendag memprediksi PDB nasional 2030 bakal menyentuh Rp24.000 triliun, lebih tinggi daripada kondisi 2020 di kisaran Rp15.400 triliun. Kenaikan itu akan banyak terdorong investasi di sektor ekonomi digital.

Sementara untuk sektor perdagangan digital saja sudah bertumbuh signifikan. Bila pada 2020, nilai perdagangan ekonomi digital Tanah Air berada di Rp632 triliun, maka pada 2030 mengalami kenaikan hingga mencapai Rp 4.531 triliun. Jumlah itu naik menjadi 18% terhadap porsi PDB Indonesia.

Karena itu, jelasnya, ke depan peraturan perdagangan kripto yang lebih ajeg akan dikerjasamakan dengan lembaga yang memiliki yurisdiksi serupa, seperi OJK dan BI.

“Agar semua bisa menikmati dan paling pertama mendapatkan keleluasaan untuk menguasai aset kripto. Meski ini tantangan, tapi saya yakin kita bisa hadapi untuk (memberikan) peluang perdagangan aman, adil dan bermafaat,” ujarnya.

Berada di Jalur Tepat

Pelaku penyedia kripto pun menilai ekosistem pendukung yang disiapkan pemerintah sudah dalam koridor yang tepat. CMO Tokocrypto Nanda Ivens menjelaskan, visi ekosistem aset perdagangan digital yang mumpuni sudah sedari awal digawangi dengan benar oleh Bappebti.

Saat ini pun, pihaknya sudah berhasil memiliki 2 dari 3 ISO yang dimandatkan pemerintah untuk penyedia layanan perdagangan kripto domestik. “Kita sudah compliance (ISO), kita sudah punya ISO 27001 dan 27017 , Insyaalah satu lagi sebentar lagi sehingga bisa full license,” terang Ivens.

Senada, CEO Indodax Oscar Darmawan menegaskan, pihaknya sudah sedari lama mengantongi tiga sertifikat ISO yang diwajibkan pemerintah. Bahkan, pihaknya mengantongi satu tambahan ISO untuk mengakomodasi pelayanan pelanggan secara offline dan online, melalui Indodax Academy.

“ISO-nya 90001, itu kita apply tujuannya untuk membantu pas masyarakat complain dan keluhan, sehingga kami bisa melayani dengan baik,” kata Oscar.

Menanggapi keniscayaan disrupsi serta inovasi secara fundamental di semua lini. Lutfi bakal mengupayakan pemerintah untuk terus mengambil langkah mengakomodasi perubahan ekonomi digital yang tersedia.

Kemendag memproyeksikan digitalisasi akan mendominasi lini bisnis dunia. Di Indonesia, pada 2030 e-commerce akan menguasai pasar lebih dari 34%, B2B service menguasai 13%, disusul corporate service senilai Rp529 triliun.

Layanan kesehatan secara online juga diperkirakan akan tumbuh 8% atau mencapai Rp471,6 triliun. Kemudian, online travel agent (OTA) juga diperkirakan akan berpotensi tumbuh dengan nilai Rp575 triliun. “Begitu juga dengan health dan education menjadi hal penting dalam ekonomi digital,” pungkas Lutfi.