LPS:  NPL Bank Bisa Tembus 10% Akibat Covid-19

Loading

goodmoneyID –  Direktur Group Surveilans & Stabilitas Sistem Keuangan LPS, Doddy Ariefianto memandang dampak Corona Virus (Covid-19) terhadap sektor perbankan cukup besar, terutama dari sisi penurunan kualitas kredit, yang membuat naiknya kredit bermasalah/non performing loan (NPL).

“Khusus sektor perbankan pasti ada potensi pada penuruanan kualitas kredit atau naiknya NPL,” ujar Doddy kepada goodmoneyID, di Jakarta, Selasa (24/3).

Guna menekan naiknya NPL di tengah Wabah Covid-19 saat ini OJK (Otoritas Jasa Keuangan) telah mengeluarkan kebijakan yang melonggarkan perhitungan kolektibilitas kredit di perbankan dari sebelumnya menggunakan pertimbangan tiga pilar menjadi hanya satu pilar. Namun kata Doddy, ini hanya bisa bertahan dalam jangka pendek dan membuat perusahaan nampak baik di luarannya saja.

“Kemarin OJK telah memberi relaksasi, jadi yang semula pakai 3 pilar jadi 1 pilar, menjadi selama bisa membayar, kemudian direlaksasi lagi asal bisa bayar bunga. Itu membantu, tapi hanya jangka pendek, kita harus cari akar permasalahannya, kalau hanya seperti ini, hanya jadi kosmetik cantik mukanya tapi dalamnya berantakan, ini nanti bisa jadi bom waktu,” terang Doddy.

Lanjut Doddy, saat ini perusahaan bank bisa dikategorrikan sudah gagal atau macet , namun dengan kebijakan OJK itulah maka perusahaan tidak dikategorikan macet karena masih bisa bayar bunga. Kebijakan ini banyak membuat banyak perusahaan bank masih bisa bertahan, dan terkesaan kenaikan NPL-nya masih bisa dikontrol.

Sebelmunya OJK telah memprediksi NPL secara umum bakal mengalami kenaikan menjadi 2,7 dari 2,55 pada tahun lalu. Namun Dody melihat proyeksi ini masih sangat kecil, mengingat wabah Covid-19 masih berjalan hingga kini dan tak ada yang tahu kapan berakhirnya. Selain itu sudah menajdi episentrum yang berpindah-pindah, dari China, menuju Eropa.

Doddy melihat hingga saat ini keadaan perbankan di Indonesia masih sangat solid dan cukup kuat untuk menahan dampak Covid-19 ini, dengan CAR (capital adequacy ratio) yang masih berada di 22 persen, apalagi dnegan relaksasi OJK Bank masih bisa menyokong kualitas NPL di angka 2,6 – 2,7 persen.

Namun jika dilihat lebih jauh, tanpa adanya relaksasi dari OJK dan ketidakpastian kapan Covid-19 ini usai, maka NPL pasti naik tinggi sekali. Bahkan Doddy menyebut dengan skenario tergawat, kalau tanpa relaksasi OJK dan Covid-19 masih mengancam hingga 1 tahun kedepan, NPL bisa naik hingga di angka 10 persen.

Tapi dengan situasi saat ini Dody memprediksi NPL bakal berada di kisaran angka 4 – 5 persen.

“Dengan relaksasi yang diberikan OJK mungkin tidak akan meledak sampai parah. tapi Saya mengira ini bisa sampai 10 persen kalau ancaman covid-19 masih berlangsung hingga 1 tahun, dan dengan catatan kalau itu tidak direlaksasi, tapi kan ini direlaksasi dengan hanya bayar bunga bisa disebut lancar, jadi saya kiraNPL naik di kisaran 4 – 5 persen,” terang Doddy.

Oleh karena itu agar perbankan tidak terjerumus ke skenario tergawat, Doddy mengingatkan perlunya peran pemerintah dalam mengatasi masalah ini krisis Covid-19 ini. Dimana pihak swasta perusahaan dan pemerintah erta lembaga terkait, perlu duduk bersama melakukan take and give, apa yang saling bisa mereka beri dan korbankan.

“Untuk memitigasi besaran tadi supaya tidak terjerumus ke skenario tergawat dan ekonomi kita berantakan, pemerintah perlu duduk bareng dengan dunia usaha, untuk menemukan solusi terbaik demi menjaga feabilitas bisnis sampai pandemi ini berakhir,” pungkas Doddy.