Menanti Kejelasan Jaminan Sosial Bagi Aparatur Negara

Loading

goodmoneyID – Berdasarkan mandat Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), Pemerintah dan DPR merumuskan dan menerbitkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang mengamanatkan kepesertaan seluruh penduduk pada 5 (lima) program jaminan sosial, termasuk bagi Aparatur Negara yang meliputi Pegawai ASN (PNS & Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja/PPPK), Anggota TNI & Polri, Pejabat Negara, Tenaga Honorer, Pegawai Pemerintah Non-Pegawai Negeri (PPNPN), dan Aparatur Negara lainnya.

Undang-Undang (UU) ini kemudian ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai landasan bagi BPJS selaku administrator yang menyelenggarakan seluruh program jaminan sosial. Dalam UU ini ditetapkan 2 (dua) BPJS yang terdiri dari BPJS Kesehatan yang menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan (JKN) dan BPJS Ketenagakerjaan yang menyelenggarakan program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, terdiri atas Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP).

Dalam hal penyelenggaraan jaminan sosial bagi Aparatur Negara, terdapat 4 pasal dalam UU BPJS yang terkait langsung dengan kepesertaan Aparatur Negara dalam program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan beserta status badan penyelenggaranya saat ini, yakni PT. Taspen untuk PNS dan Pejabat Negara, serta PT. Asabri untuk Anggota TNI/Polri, PNS Kementerian Pertahanan, dan PNS Polri. Keempat pasal tersebut adalah Pasal 57 huruf e & f, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 beserta penjelasan masing-masing pasal. Dari keempat pasal tersebut, dapat ditarik kesimpulan dalam bentuk poin-poin sebagai berikut:

  1. Peserta pada program-program yang dikelola oleh PT. Taspen dan PT. Asabri dikecualikan dari tenggat waktu kepesertaan paling lambat 1 Juli 2015 untuk bergabung pada program JKK, JKM, JHT, dan JP yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.
  2. Taspen tetap melaksanakan kegiatan operasionalnya menyelenggarakan program pembayaran pensiun dan program Tabungan Hari Tua (THT), termasuk penambahan peserta baru, sampai dengan selesainya pengalihan bagian dari kedua program tersebut yang sesuai dengan UU SJSN ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029 melalui persiapan yang dituangkan di dalam Roadmap Transformasi yang disusun oleh PT. Taspen paling lambat tahun 2014.
  3. Asabri tetap melaksanakan kegiatan operasionalnya menyelenggarakan program pembayaran pensiun dan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI), termasuk penambahan peserta baru, sampai dengan selesainya pengalihan bagian dari kedua program tersebut yang sesuai dengan UU SJSN ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029 melalui persiapan yang dituangkan di dalam Roadmap Transformasi yang disusun oleh PT. Asabri paling lambat tahun 2014.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengalihan program pembayaran pensiun dari PT. Taspen dan PT. Asabri, serta program THT dari PT. Taspen dan program ASABRI dari PT. Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).

Pasca berlakunya UU BPJS, Pemerintah dan DPR kemudian menerbitkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam UU ASN, terdapat beberapa pasal beserta penjelasannya yang terkait dengan kepesertaan Pegawai ASN (PNS & PPPK) pada program-program jaminan sosial yaitu Pasal 21 huruf c & d, Pasal 55 huruf m & n, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 106, dan Pasal 107.

Berdasarkan pasal-pasal tersebut, pada prinsipnya UU ASN selaras dan tidak bertentangan dengan UU SJSN dan UU BPJS. Secara keseluruhan, jaminan sosial yang diamanatkan oleh UU ASN mencakup jaminan sosial yang diatur UU SJSN. Namun demikian, ada satu hal yang belum sejalan, yakni tidak ikut sertanya PPPK dalam program JP. Padahal tujuan awal diadakannya PPPK adalah agar Pemerintah dapat merekrut SDM-SDM terbaik dari sektor swasta yang usianya telah berada di atas 35 tahun, dimana mereka pada saat bekerja di sektor swasta justru telah mengikuti program JP yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini membuat profesi PPPK kurang menarik bagi mereka karena program JP yang selama ini mereka ikuti tidak dapat dilanjutkan ketika mereka berpindah profesi menjadi PPPK. Bahkan bagi Tenaga Honorer sekalipun, PPPK dianggap kurang menarik karena ketiadaan program JP.

Di tahun 2015, Pemerintah menerbitkan PP No.44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JKK dan JKM, PP No.45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JP, PP No.46 Tahun 2015 juncto PP No.60 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JHT, PP No.70 Tahun 2015 tentang JKK & JKM bagi Pegawai ASN, serta PP No.102 Tahun 2015 tentang Asuransi Sosial Prajurit TNI, Anggota Polri, dan Pegawai ASN di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Polri.

Khusus PP No.70 Tahun 2015, empat orang sempat menggugatnya ke Mahkamah Agung (MA) karena dianggap bertentangan dengan UU ASN, UU SJSN, dan UU BPJS. MA kemudian memutuskan menolak gugatan ini dengan mengeluarkan Putusan MA Nomor 32 P/HUM/2016 karena PP No.70 Tahun 2015 tidak terbukti bertentangan dengan ketiga UU tersebut. Dua dari keempat orang ini lalu melanjutkan gugatan pada level yang lebih tinggi, yakni menggugat Pasal 92 ayat (4) dan Pasal 107 UU ASN ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945. Sama halnya dengan gugatan yang sebelumnya, gugatan ini juga ditolak oleh MK melalui Putusan MK Nomor 98/PUU-XV/2017.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, PT. Taspen dan PT. Asabri masih memiliki kewenangan menyelenggarakan program pembayaran pensiun, program THT (PT. Taspen), dan program ASABRI (PT. Asabri) hingga diselesaikannya mandat pengalihan program paling lambat tahun 2029.

Namun demikian, sedikitnya terdapat 5 (lima) catatan yang perlu menjadi perhatian Pemerintah. Pertama, Roadmap Transformasi yang disusun oleh kedua administrator masih dalam posisi menolak mandat pengalihan program yang diamanatkan oleh UU BPJS. Padahal Roadmap Transformasi diamanatkan dalam rangka persiapan pengalihan program. Kedua, belum terlihat adanya prakarsa penyusunan RPP Pengalihan Program. Ketiga, sejauh mana RPP Pensiun PNS mengaitkan dengan mandat pengalihan program?.

Keempat, kekosongan hukum pada kepesertaan program JKK & JKM bagi Pekerja Penyelenggara Negara yang Bukan Peserta PT. Taspen & PT. Asabri, mengingat PP No.44 Tahun 2015 mengecualikan seluruh Pekerja Penyelenggara Negara, namun mereka tidak tercakup dalam PP No.70 Tahun 2015 dan PP No.102 Tahun 2015. Kelima, belum terlihat adanya rencana revisi UU Hak Keuangan Pejabat Negara dan UU Pensiun TNI/Polri dalam rangka menyelaraskan dengan kebijakan pengalihan program. Kelima catatan ini perlu menjadi perhatian Pemerintah agar mandat pengalihan program yang diperintahkan UU BPJS sejalan dengan peraturan perundang-undangan terkait yang berlaku dan bersifat komprehensif.

Ditulis oleh: Dr. Indra Budi Sumantoro, S.Pd., M.M.

Calon Anggota DJSN Periode 2019 – 2024