Peningkatan Plafond KUR Pemerintah, Menguntungkan UKM atau Konglomerasi?

Loading

goodmoneyID – Menarik mencermati arahan dan kebijakan Presiden Jokowi perihal menaikkan plafond Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan, dari semula sampai dengan 50 juta rupiah menjadi sampai dengan 100 juta rupiah, untuk UKM.

Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP HIPMI Ajib Hamdani mengatakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau investasi kepada debitur individu/perorangan, badan usaha dan/atau kelompok usaha yang produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup.

“KUR ini didesain untuk usaha UKM yang secara financially feasible, tapi belum bankable,” ujar Ajib Hamdani, dalam keterangan resminya Senin (5/4).

UKM, sesuai dengan UU nomor 20 tahun 2008, dengan modal sampai dengan 10 milyar atau memiliki omset sampai dengan 50 milyar, menopang lebih dari 60,8% PDB Indonesia.

“Pemerintah sudah bagus memberikan komitmen dengan mengeluarkan regulasi dan insentif di sektor ini, karena sektor UKM inilah yang akan memberikan daya ungkit optimal terhadap pertumbuhan ekonomi. Termasuk kebijakan dalam bentuk KUR,” imbuhnya.

Tetapi, menjadi pertanyaan lebih lanjut, ketika Pemerintah menaikkan plafond KUR dari 50 juta menjadi 100 juta, apakah kebijakan ini sudah tepat?

Kata Ajib Hamdani, justru dengan peningkatan plafond ini, perbankan cenderung akan memberikan kredit ulang kepada debitur atau kluster bisnis UKM yang sudah menjadi bagian konglomerasi dan ekosistem bisnis yang ada.

“Alih-alih perbankan menambah debitur baru. Karena tingkat resiko yang lebih rendah, ketika perbankan kembali menggelontorkan dana kepada debitur eksisting,” katanya.

Pemerintah seharusnya lebih mendorong agar perbankan melakukan ekstensifikasi debitur, sehingga program KUR ini bisa lebih banyak menjangkau para petani, peternak, nelayan, pedagang, dan para UKM yang baru.

Pola penjaminan kredit harus lebih banyak menjangkau masyarakat luas, penambahan debitur, pemberian kemudahan layanan ke ekosistem bisnis yang baru dan fokus dengan sektor produksi di daerah-daerah. Sehingga KUR bisa lebih dirasakan oleh lebih banyak orang dan UKM baru yang sebelumnya belum tersentuh perbankan.

Kebijakan penambahan plafond KUR, akan lebih cenderung membuat perbankan melakukan intensifikasi atas debitur yang ada, bukan ekstensifikasi. Dalam kondisi pandemi seperti ini, seharusnya pemerintah mengeluarkan kebijakan yang lebih mendorong ekstensifikasi debitur KUR.

“Program ini cukup baik dan positif untuk mendorong UKM, tapi cenderung kurang bijaksana. Karena akan lebih pro dengan konglomerasi dan ekosistem bisnis yang sudah ada, dibandingkan dengan pembentukan ekosistem dan debitur baru yang lebih membutuhkan akses KUR yang lebih luas,” pungkas Ajib Hamdani.