Perbankan Jangan Hanya Fokus Pada Profit, Tapi Harus Perhatikan Bumi dan Kehidupan Manusia

Loading

goodmoneyID – Perbankan memegang peranan yang sangat penting dalam perputaran aset keuangan di Indonesia, artinya disini perbankan juga dapat menjadi katalis untuk menggerakkan perekonomian yang berkelanjutan melalui praktik sustainable finance atau keuangan berkelanjutan.

“Keuangan berkelanjutan mengacu pada segala bentuk layanan keuangan yang mengintegrasikan kriteria lingkungan, sosial, dan tata kelola (Environmental, Social, Governance/ESG) ke dalam keputusan bisnis atau investasi untuk keuntungan jangka panjang bagi klien dan masyarakat luas,” ungkap Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Universitas Indonesia (UI), Rofikoh Rokhim, dalam siaran video pidato pengukuhannya, Sabtu (13/3).

Lanjut Rofikoh, dengan melaksanakan praktik ini, bank dan lembaga keuangan tidak hanya berfokus pada profit (keuntungan) semata tapi juga pada planet (bumi) dan people (manusia).

Konsep keuangan berkelanjutan mendorong lembaga keuangan untuk meningkatkan aliran modal ke proyek dan sektor hijau, ramah iklim dan inklusif serta membantu lembaga keuangan mengintegrasikan tujuan iklim dan risiko jangka panjang terkait iklim ke dalam manajemen portofolio mereka.

Trade off antara profit vs people and planet

Salah satu hal yang perlu ditekankan dalam konsep keuangan berkelanjutan adalah perbedaannya dengan konsep tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR).

Dalam pelaksanaan CSR, entitas bisnis lebih banyak mengambil peran sebagai filantropis dan bersifat voluntary dan sebagian besar karena ingin membalas budi kepada lingkungan dan komunitas, terlepas dari pertanyaan apakah model bisnisnya sesuai dengan etika bisnis atau tidak.

Sebagai contoh, suatu perusahaan perkebunan memperoleh keuntungan dengan praktik-praktik yang tidak berkelanjutan misalnya dengan merusak ekosistem hewan dan tanaman langka dan kemudian menggunakan keuntungannya untuk disalurkan dalam program CSR.

Namun sebaliknya, dalam praktik yang diusung oleh keuangan berkelanjutan, model bisnis yang digunakan dalam mencari keuntungan harus selaras dengan prinsip-prinsip berkelanjutan.

Dalam hal ini, lembaga keuangan menjadi driver yang memastikan entitas bisnis menyelaraskan aktivitas profit making dan komitmen menjaga lingkungan dan komunitas sosial pada saat yang bersamaan melalui komitmen penyaluran modal.

Lembaga keuangan dapat memberikan insentif pinjaman/penyaluran modal yang lebih menarik untuk entitas bisnis yang melaksanakan praktik bisnis berkelanjutan.
Lalu apa untungnya bagi lembaga keuangan, bukankah penyaluran modal yang dengan tingkat pengembalian yang lebih rendah dapat menurunkan profitabilitas?

Dalam pelaksanaan praktik keuangan yang berkelanjutan, penting untuk menggarisbawahi konsep visi jangka panjang (long-term vision). Artinya dalam jangka pendek mungkin profitabilitas yang dapat diperoleh lembaga keuangan sedikit lebih rendah, namun profitabilitas ini dapat dipastikan terus berkelanjutan dalam jangka waktu yang panjang.

“Ambil saja contoh opsi 1, lembaga keuangan memberikan pinjaman dengan tingkat bunga yang tinggi kepada perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan dengan ekstensif tanpa memperhatikan keberlangsungan lingkungan. Dalam jangka pendek, bank tentu mendapatkan pendapatan bunga yang sangat menarik namun begitu kegiatan pertambangan tersebut berhenti karena sumber dayanya habis dan lingkungan sekitarnya rusak, maka bank dalam jangka panjang juga akan kesulitan dalam menyalurkan dananya,” tegas Rofikoh.

Bandingkan dengan opsi 2, dimana lembaga keuangan menyalurkan pinjaman kepada perusahaan pertambangan dengan bunga yang lebih rendah, namun terdapat klausul pinjaman bahwa debitur harus menjaga lingkungan dan menggunakan sumber daya lokal.

Dalam jangka pendek keuntungan yang diperoleh bank mungkin tidak setinggi opsi 1, namun debitur dapat melakukan aktivitas bisnisnya dalam jangka waktu yang lebih panjang dan juga menghidupkan perekonomian di sekitarnya.

Hidupnya perekonomian sekitar ini dapat menjadi sumber penyaluran modal dan tentunya merupakan potensi pendapatan bagi bank di masa depan.

Dari sisi sumber pendanaan atau funding, praktik keuangan berkelanjutan juga menjadi modal bagi lembaga keuangan untuk memperoleh sumber dana yang lebih murah. Bagaimanapun, sumber pembiayaan seperti dana pensiun, trust fund, atau investment bank utamanya dari negara maju saat ini memiliki concern yang cukup tinggi terhadap keputusan investasi yang mengacu pada prinsip lingkungan, sosial dan tata kelola.

Artinya lembaga keuangan di Indonesia dapat menerbitkan instrumen untuk meningkatkan kapasitas pembiayaan dengan biaya yang lebih murah apabila memiliki komitmen untuk menggunakan peruntukan dananya pada aktivitas bisnis yang berkelanjutan.

Beberapa contoh lembaga keuangan di negara maju yang telah berhasil dalam penerbitan surat utang untuk pembiayaan berkelanjutan antara lain Deutsche Bank, BNP Paribas, Barclays, UBS, BBVA, Goldman Sachs, JP Morgan, Merrill Lynch, Blackrock dan masih banyak lagi.

Sedangkan di Indonesia adalah Bank Rakyat Indonesia yang pada saat sebelum pendemi Covid-19 menerbitkan obligasi sosial dengan skema berwawasan lingkungan (sustainable bond) sebesar USD500 juta dengan bunga yang cukup rendah, dengan minat beli investor mencapai USD4,1 miliar atau oversubscribe delapan kali. Ini merupakan penerbitan instrumen keuangan sosial yang pertama di Asia Tenggara.

Faktor yang menjadi daya tarik utamanya adalah dana hasil penerbitan obligasi sosial itu disalurkan untuk kegiatan yang berwawasan sosial dan lingkungan.

“Setidaknya sustainable bond tersebut telah menciptakan lapangan kerja bagi 245 ribu pelaku UMKM dan 1.200 orang untuk memiliki rumah layak huni. Dana tersebut juga digunakan untuk kredit pembelian panel surya untuk penerangan rumah masyarakat,” tandasnya.