Restrukturisasi Kredit Perbankan Mencapai Rp987,48 Triliun, Per 8 Februari 2021

Loading

goodmoneyID – Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, mengumumkan hingga 8 Februari 2021, restrukturisasi kredit perbankan mencapai Rp987,48 triliun, ang tersebar pada 7,94 juta debitur.

Sektor Usaha Menengah Kecil Mikro (UMKM) memiliki porsi paling banyak yakni sebanyak 6,15 debitur dengan nilai Rp388,33 triliun. Sementara non UMKM mencapai 1,79 juta debitur,  namun nilainya lebih besar yakni mencapai Rp599,15 triliun.

Sama dengan perbankan, kebijakan restrukturisasi perusahaan pembiayaan juga terus berjalan dan hingga 8 Februari 2021.

“Restrukturisasi perusahaan pembiayaan hingga 8 Februari sudah mencapai Rp193,5 triliun untuk 5,04 juta kontrak yang disetujui,” ujar Wimboh, dalam keterangannya, Kamis (25/2).

Dalam upaya mendorong pemulihan ekonomi, Ketua Dewan Komisioner OJK juga mengatakan akan mengupayakan suku bunga kredit perbankan untuk terus turun secara selektif dan berhati-hati agar tidak menimbulkan persoalan baru di industri perbankan.

Wimboh juga menjelaskan bahwa OJK telah berhasil mendorong perbankan menurunkan suku bunga kredit produktif yang sudah terus turun sejak tahun 2016 menjadi di bawah 10 persen.

Suku bunga kredit modal kerja turun mulai Mei 2016 dari 11,74 persen menjadi 9,27  persen di Januari 2021. Suku bunga kredit investasi posisi Mei 2016 di 11,42 persen turun menjadi 8,83 persen di Januari 2021. Sementara suku bunga kredit konsumsi sudah turun dari Mei 2016 di posisi 13,74 persen menjadi 10,95 persen di Januari 2021.

OJK juga telah mengeluarkan kebijakan stimulus lanjutan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui sektor jasa keuangan. Relaksasi kebijakan prudensial sektor jasa keuangan secara temporer ini diharapkan bisa mendorong pertumbuhan kredit yang lebih cepat dengan mempertimbangkan adanya unsur idiosyncratic pada sektor jasa keuangan.

Wimboh menekankan, pemberian pelonggaran peraturan prudensial ini bertujuan memberikan keleluasaan bagi calon debitur untuk memperoleh kredit berupa penurunan ATMR yang dikaitkan dengan Loan-to-Value Ratio dan Profil Risiko serta BMPK sebagai upaya menurunkan beban cost of regulation.