Wakaf, Korupsi dan Islamphobia

Loading

goodmoneyID – Pemerintah meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GWNU) di Istana Negara Jakarta pada 25 Januari 2021. Menjadi menarik karena GWNU diluncurkan ditengah maraknya kasus korupsi para pejabat negara dan gencarnya narasi Islamphobia pemerintah yang mengecewakan umat.

Akankah GWNU mendulang sukses?

Faktor penting keberhasilan GWNU adalah adanya kepercayaan umat Islam terhadap lembaga bentukan negara tersebut. Sebab, GWNU utamanya menyasar muslim sebagai
stakeholder mayoritas di negeri ini.

Sebenarnya, pembicaraan potensi dana Wakaf ini sudah lama menjadi wacana di kalangan muslim dan akademisi pasca krisis moneter di tahun 1998. Bahkan, di tahun 2001, pemerintah juga sudah meluncurkan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) untuk menghimpun dana zakat, infaq dan sedekah (ZIS).

Setelah duapuluh tahun keberadaan Baznas, kinerja penghimpunan dananya terus meningkat, namun perolehannya masih sangat jauh dari potensinya. (Lihat tabel).

Berkaca pada kinerja Baznas, ternyata umat masih gemar untuk menyalurkan dananya sendiri atau mempercayakan pada yayasan-yayasan diluar lembaga formil bentukan negara.

Bagaimana dengan peluang Wakaf?

Potensi Wakaf sendiri, menurut kalkulasi Pemerintahan Jokowi bisa mencapai Rp 2.000 triliun per tahun dan potensi wakaf uang bisa mencapai
Rp.188 triliun per tahun. Angka yang cukup signifikan ditengah perekonomian yang sulit saat ini.

Wakaf yang pengertian sederhananya adalah menyerahkan kepemilikan harta agar dipergunakan untuk kepentingan umat adalah salah satu kegiatan amal yang diajarkan dalam Islam, selain ZIS. Kalau zakat, hukumnya wajib yang artinya harus dilaksanakan oleh muslim yang mampu agar tidak berdosa.

Sementara wakaf, infaq dan sedekah, hukumnya adalah sunah atau jika dikerjakan dapat pahala, sebaliknya jika tidak dilaksanakan juga tidak berdosa.

Berwakaf Setiap muslim yang baik pasti menginginkan bisa berwakaf sebab dalam wakaf ini dijanjikan pahala jariah atau pahala yang akan terus mengalir meski yang berwakaf sudah meninggal dunia, sepanjang harta yang diwakafkan itu masih bermanfaat.

Sebab itu, kaum muslim lebih gemar memberikan wakaf dalam bentuk aset tak bergerak, seperti tanah, membangun masjid, pesantren, dan sekolah-sekolah muslim. Aset yang diwakafkan inipun dilarang diperjual-belikan atau hanya boleh diambil manfaatnya.

Kenapa Wakaf itu penting bagi muslim yang mampu?

Sebagaimana diriwayatkan oleh HR. Muslim,”Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya, kecuali tiga hal, yaitu harta yang dimanfaatkan
dijalan Allah (sedekah jariah), ilmu yang bermanfaat dan anak soleh yang mendoakan kedua orang tuanya.”

Ajakan berwakaf secara kolektif memang memiliki misi yang mulia. Sebab bila jumlah dana yang berhasil dihimpun lebih besar, tentu dampaknya dalam membantu pengentasan
kemiskinan juga bakal lebih banyak. Disinilah, kredibilitas pemerintah sebagai pengelola dan kolektor dana diuji.

Percayakah umat?

Meski wakaf itu bentuk ibadah yang dilandasi keikhlasan, umat ingin uangnya disalurkan tepat sasaran, sesuai aturan syariat dan tidak dikorupsi oleh pejabat.

Berikut Tabel Potensi Penerimaan Zakat dan Realisasinya dari tahun ke tahun berdasarkan data pid.Baznas.go.id.

  • Tahun 2011, Potensi Penerimaan Zakat Rp58,961 miliar, realisasinya Rp 1,728 miliar  atau sekitar 2,93%.
  • Tahun 2012, Potensi Penerimaan Zakat Rp 64,086 miliar, realisasinya Rp2,212 miliar atau 3,45%.
  • Tahun 2013 Potensi Penerimaan Zakat Rp 69,794 miliar, realisasinya Rp2,639 miliar atau 3,78%.
  • Tahun 2014 Potensi Penerimaan Zakat Rp 78, 374 miliar, realisasinya Rp 3,300 miliar atau 4,21%.
  • Tahun 2015 Potensi Penerimaan Zakat Rp  82,609 miliar, realisasinya Rp 3,650 miliar atau 4,42%.
  • Tahun 2016 Potensi Penerimaan Zakat Rp   104,000 miliar, realisasinya Rp  5,017 miliar atau  4,82%.
  • Tahun 2017, realisasinya Rp  6,224 miliar, dan Tahun 2018 realisasinya mencapai Rp 8,100, sementara Tahun 2019 realisasinya mencapai Rp 10.227.

 

Oleh: Suli Murwani, Praktisi Ekonomi Syariah