goodmoneyID – Rights issue PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. memiliki efek ganda. Aksi korporasi bernilai jumbo tersebut bukan hanya menggiurkan bagi investor saham, tapi juga dapat mendorong pelaku UMKM termasuk usaha ultra mikro di dalamnya menjadi lebih produktif.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani mengatakan kehadiran holding BUMN Ultra Mikro (UMi) sebagai hasil dari aksi korporasi BRI itu, akan menjadi momentum untuk mendorong kredit produktif UMKM dan UMi nasional. Harapannya terjadi akselerasi kinerja ekonomi pada masa pemulihan, setelah melambat akibat pandemi Covid-19.
Sebabnya, menurut Aviliani, pemberdayaan sektor usaha produktif di segmen ekonomi bawah akan sangat membantu dalam meningkatkan kinerja dan nilai tambah ekonomi nasional.
“Memang ini adalah tantangan ekonomi UMKM yang harusnya dapat diselesaikan oleh pemerintah bersama holding BUMN Ultra Mikro,” ujarnya dalam keterangan resmiinya Senin (6/9).
Sebelumnya, manajemen BRI telah menerbitkan prospektus pada Selasa (31/8). BRI menawarkan sebanyak-banyaknya 28,213 miliar Saham Baru Seri B atas nama dengan nilai nominal Rp50 per saham atau sebanyak-banyaknya 18,62% dari modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan setelah Penambahan Modal Dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) I.
Harga pelaksanaan rights issue BBRI yakni Rp3.400 per lembar saham. Pemerintah akan melaksanakan seluruh haknya sesuai dengan porsi kepemilikan sahamnya dalam BRI dengan cara penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang (Inbreng) sesuai PP No. 73/2021.
Seluruh saham Seri B milik pemerintah dalam PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM akan dialihkan kepada BRI melalui mekanisme inbreng. Nilai total PMHMETD I yang telah memperhitungkan inbreng serta eksekusi hak Pemegang Saham Publik adalah sebanyak-banyaknya sebesar Rp95,92 triliun.
Dana hasil dari aksi korporasi itu di antaranya akan dimanfaatkan oleh BRI untuk pembentukan Holding BUMN UMi bersama Pegadaian dan PNM.
Terkait hal itu, Aviliani menyebut kemampuan holding akan sangat kuat dalam melebarkan pelayanan kepada pelaku UMKM dan usaha UMi karena dana hasil rights issue yang besar mencapai Rp95,9 triliun. BRI pun dinilainya tidak memiliki banyak bank pesaing di segmen UMKM dan UMi sehingga membuat potensi pengembangan usaha bersama holding lebih besar.
“Memang tumpuan segmen mikro ini ada di BRI dan anak usahanya. Sekaligus nanti bersama anggota holding yang lain (PNM dan Pegadaian),” tegasnya.
Melalui integrasi, Aviliani berpendapat holding BUMN UMi memiliki model yang tak sekadar melayani pembiayaan, tetapi juga pemberdayaan. Dengan holding BRI, Pegadaian, dan PNM akan mampu membagi tugas lebih baik dalam merawat kinerja pelaku usaha ultra mikro.
PNM akan tetap fokus melaksanakan tugas pemberdayaan, sedangkan BRI akan mampu mendukung pembiayaannya dengan biaya dana yang dapat lebih ditekan dibandingkan sebelum holding. Sementara itu, Pegadaian akan mampu mendukung pelaku usaha ultra mikro pada saat kebutuhan pengembangan usaha mulai meningkat. “Ketika proses ini berjalan lancar, maka Indonesia akan mampu mencetak wirausahawan baru dalam jumlah besar,” katanya.
Lebih lanjut, dia memproyeksikan bahwa kehadiran holding BUMN UMi akan mampu mengubah pola pikir masyarakat yang saat ini masih sangat tergantung pada penyerapan tenaga kerja pelaku usaha besar. “Pola pikir masyarakat pun akan berubah dari mencari pekerjaan menjadi penyedia lapangan kerja. Ini sangat relevan di tengah lonjakan pengangguran akibat pandemi,” ungkapnya.
Penopang Pelaku Usaha Kecil
Optimisme yang sama terkait efek ganda dari rights issue BRI datang pula dari tokoh di organisasi keagamaan. Adalah intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU) Addin Jauharuddin yang mengatakan kehadiran holding BUMN UMi dengan didanai hasil rights issue tersebut, akan mampu meningkatkan sektor perekonomian kelas mikro termasuk UMi.
Menurut Addin yang juga menjabat Ketua DPP GP Ansor, holding BUMN UMi bisa menjadi solusi di tengah kondisi perekonomian bangsa yang terkena dampak pandemi. Pasalnya, modal yang produktif adalah instrumen penting dalam keberlangsungan usaha.
“Sekarang kalau kita berkaca di lapangan, para pelaku usaha menghadapi ujian berat. Pandemi memaksa mereka harus menutup usahanya. Ini harus cepat di-recovery. Jadi saya pikir tepat ketika pemerintah kemudian menginisiasi holding ultra mikro. Sangat dibutuhkan masyarakat,” ujar Addin dalam kesempatan berbeda.
Dia optimistis bahwa kolaborasi tiga BUMN melalui holding, yaitu BRI sebagai induk, PNM, dan Pegadaian akan mampu memberikan dampak signifikan dalam menguatkan ekonomi nasional, khususnya untuk level skala mikro dan UMi.
“Apalagi BRI, sudah kita ketahui bersama kalau mereka sangat fokus betul menggarap segmen usaha mikro. Program yang bersifat akses permodalan seperti KUR (Kredit Usaha Rakyat), menjadi penopang pelaku usaha kecil,” ucapnya.
Dia meyakini program strategis pemerintah melalui Kementerian BUMN itu memiliki peta jalan pengembangan dan pemberdayaan ekonomi kecil secara jangka panjang. Saat ini, lanjut Addin, mayoritas masyarakat masih bergantung pada usaha di sektor nonformal.
Sehingga kemudahan akses permodalan dan penguatan SDM melalui kehadiran holding BUMN UMi sangat dibutuhkan. Dia pun menilai holding ini sebagai usaha pemerintah untuk keluar dari masalah akibat pandemi di bidang ekonomi. “Yakinlah bahwa kita ini akan keluar dari ujian pandemi. Bangsa kita Insya Allah akan semakin kuat. Jangan pernah menyerah, terus berusaha dan berkarya demi kemajuan bangsa,” pungkasnya.