goodmoneyID – Merebaknya Convid-19 di Indonesia telah menggerakkan kegotong royongan berbagai kalangan negeri ini untuk menghadapi Convid-19 secara bersama. Salah pihak itu adalah Perusahaan Listrik Negara (PLN) Pesero. Untuk menjalankan kebijakan Presiden Joko Widodo, PLN memutuskan untuk menggratiskan pembayaran listrik bagi 24 juta pelanggan dengan daya 450 Volt Ampere (VA) dan memberikan diskon 50% bagi 7 Juta pelanggan dengan daya 900 VA bersubsidi. Keringanan biaya listrik itu berlaku selama tiga bulan yakni April, Mei, dan Juni 2020.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmi radhy, menyebut di tengah pembengkaan beban biaya yang ditanggung masyarakat akibat pandemi Convid-19, keputusan yang diambil Pemerintah untuk menggratiskan dan mendiskon biaya listrik patut diapresiasi.
“langkah yang ditempuh itu sudah ditunggu warga yang terkena dampak covid 19 . Kebijakan pemerintah yang kemudian dilaksanakan PLN merupakan bentuk kepedulian pemerintah bersama PLN untuk dapat mengurangi beban biaya yang ditanggung masyarakat, utamanya masyarakat miskin pelanggan listrik rumah tangga dengan daya 450 VA dan rentan miskin pelanggan rumah tangga 900 VA. yang paling terdampak pandemi Convid-19,” ujar Fahmi kepada goodmoneyID, Sabtu (04/4).
Lanjut Fahmi, kalau Convid-19 masih merebak hingga akhir tahun 2020, kebijakan pemerintah itu, tidak hanya perlu diperpajang masa berlakunya, tetapi juga perlu diperluas bagi seluruh golongan pelanggan rumah tangga dan pelanggan industri. Pemberian keringanan bagi seluruh pelanggan rumah tangga akan menaikkan daya beli masyarakat.
Sedangkan pemberian insentif bagi industri dalam bentuk keringanan biaya listrik akan mendorong industri tetap menjalankan usahanya pada kapasitas normal. Kenaikkan daya beli dan beroperasinya industri dalam kapasitas normal dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang dipredikasikan melemah akibat wabah Convid-19.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, pengratisan untuk 24 juta pelanggan dan pendiskonan 50% tarif listrik untuk 7 juta pelanggan selama 3 bulan dibutuhkan dana sekitar Rp. 3,5 triliun. Sedangkan untuk perpanjangan dan perluasan kebijakan itu tentunya dibutuhkan biaya yang lebih besar lagi. Kalau beban biaya itu harus dibebankan sepenuhnya kepada PLN tentunya akan sangat memberatkan keuangan PLN. Tidak menutup kemungkinan PLN akan menanggung kerugian pada tahun berjalan, bahkan bisa bangkrut menjadi Perusahaan Lilin Negara. Oleh karena itu, beban biaya itu mestinya harus ditanggung oleh negara dengan memberikan kompensasi kepada PLN, yang dialokasikan pada APBN 2021.
Selain menggratiskan dan mendiskon tarif listrik, PLN juga menjalankan kebijakan Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan target 100% elektrifikasi pada 2020, yang sekarang sudah mencapai 99,5%. Saat ini masih terdapat 433 desa di Indonesia yang belum dapat menikmati listrik dan hidup dalam kegelapan.
Masalahnya, kondisi geografis desa-desa itu sangat berat, yang tersebar di empat provinsi, yakni: provinsi Papua 325 desa, Papua Barat 102 desa, Nusa Tenggara Timur 5 desa, dan provinsi Maluku 1 desa. Selain kondisi geografis sangat berat, pelistrikan di 433 desa itu tergolong tidak ekonomis, namun PLN harus menjalankan mandat untuk menyelesaikan target 100% elektrifikasi pada tahun ini juga.
Di tengah working from home (WFH) akibat pendemi Convid-19, penyelesaian pekerjaan untuk mencapai target itu merupakan tantangan tersediri bagi PLN. Kalau PLN mampu untuk mencapai target 100% elektrifikasi pada tahun ini, maka PLN membuktikan sebagai BUMN yang tidak meraih keuntungan semata, melainkan juga melaksanakan penugasan pemerintah dalam menerangi 433 desa yang masih gelap.
Selain itu, dengan memberikan penggratisan dan pendiskonan tarif listrik, tidak berlebihan dikatakan bahwa PLN ikut berperan secara signifikan dalam menghadapi pandemi Covid-19.