Hilirisasi Industri Bisa Gaet Investasi dan Genjot Ekspor

Loading

goodmoneyID – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bertekad untuk terus mendorong hilirisasi industri karena aktivitas tersebut bertujuan meningkatkan nilai tambah dari bahan baku di dalam negeri. Oleh karena itu, perlu didukung implementasi kebijakan larangan ekspor mineral mentah.

“Kebijakan itu yang memang ditunggu oleh Kemenperin. Sebab, dengan larangan itu bisa memacu kinerja di sektor industri hulu, sekaligus juga diharapkan dapat mengundang investasi sektor tersebut masuk ke Indonesia,” tukas Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam rilis persnya di Jakarta.

Menperin menyebutkan, Indonesia mempunyai kekayaan sumber daya alam yang dapat diolah sebagai bahan baku industri. Selain mineral, komoditas lainnya yang cukup potensial adalah minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).

“Memang CPO merupakan komoditas yang sedang dioptimalkan menjadi kebutuhan domestik, karena kita sedang membangun program B30 dan dalam dua tahun ke depan akan dikembangkan menjadi B100,” paparnya.

Oleh karena itu, pemerintah optimistis terhadap hilirisasi industri yang dinilai dapat menjaga kekuatan perekonomian nasional agar tidak mudah terombang-ambing di tengah fluktuasi harga komoditas. Dalam hal ini, industri pengolahan di dalam negeri perlu dipacu pertumbuhan dan pengembangannya karena berperan penting meningkatkan nilai tambah sumber daya alam untuk dibuat sebagai barang setengah jadi hingga produk jadi.

“Makanya, kita harus fokus pada hilirisasi industri, yang tentunya akan membawa lompatan kemajuan bagi ekonomi kita. Selama ini, hilirisasi industri telah memberikan multiplier effect yang luas, baik itu penerimaan negara melalui ekspornya maupun penyerapan tenaga kerja yang bertambah,” ungkapnya.

Namun demikian, menurut Agus, hilirisasi perlu ditopang dengan penggunaan teknologi baru, termasuk penerapan era industri 4.0 untuk menggenjot produktivitasnya secara lebih efisien. “Saya senang dan bangga. Kita semua punya pandangan sama mengenai pentingnya inovasi. Pandangan hilirisasi harus didorong di Indonesia. Ini menjadi program utama,” tuturnya.

Kemenperin mencatat, hilirisasi industri telah berjalan di berbagai sektor, antara lain pertambangan dan perkebunan. Contohnya di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah, yang sudah berhasil melakukan hilirisasi terhadap nickel ore menjadi stainless steel.

Sebagai gambaran, harga nickel ore kalau dijual hanya sekitar USD40-60, sedangkan ketika sudah menjadi stainless steel harganya bisa di atas USD2000. Sementara itu, melalui Kawasan Industri Morowali, sudah mampu menembus nilai ekspornya sebesar USD4 miliar, baik itu pengapalan produk hot rolled coil maupun cold rolled coil ke Amerika Serikat dan China.

Lompatan kemajuan lainnya pada penerapan hilirisasi industri, yakni ekspor dari olahan sawit yang didominasi produk hilir cenderung meningkat dalam kurun lima tahun terakhir. Kontribusinya terhadap perolehan devisa cukup signifikan. Pada tahun 2018, rasio volume ekspor bahan baku dan produk hilir sebesar 19 persen banding 81 persen.

Apalagi, Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit mentah (CPO) dan minyak kernel sawit mentah (CPKO) dengan produksi pada 2018 sebesar 47 juta ton. Laju pertumbuhan produksi minyak sawit pun diperkirakan meningkat signifikan. Sementara itu, ekspor minyak sawit dan produk turunannya telah menyumbang devisa negara hingga USD22 miliar per tahun.