INDEF: Ekonomi Indonesia Mentok 4,8 Persen di 2020

Loading

goodmoneyID – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) melakukan Seminar Nasional Proyeksi Ekonomi Indonesia 2020, Selasa (26/11) di Hotel JS Luwansa, Jakarta. Seminar mengusung tema “Kabinet Baru dan Ancaman Resesi Dunia”.

Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad,  mengatakan poyeksi pertumbuhan ekonomi pemerintah 5,3 persen itu terlalu tinggi, mengingat beberapa lembaga tinggi dunia juga sepakat ekonomi Indonesia tumbuh dibawah 5,1 persen.

“Beberapa lembaga yang biasanya optimis di atas 3 persen global economi, hampir semua di 2020 sepakat di bawah 3 persen, OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) juga proyeksinya di bawah 3 persen, itu yang menyebabkan kita agak pesimis dengan Indonesia,” ujar Tauhid.

Selain faktor dari ketidakpastian ekonomi global yang masih akan terus berlanjut, mitra dagang Indonesia serentak slowdown di 2020, seperti China, Jepang, dan Amerika. Akibatnya, permintaan barang dari Indonesia turun, otomatis sumbangan perdagangan dalam perekonomian juga akan turun.

“Negara mitra dagang Indonesia serentak slowdown di 2020, China di bawah 6 persen, AS di bawah 2 persen, Jepang di bawah 1 persen, hal ini kemudian dapat menyebabkan permintaan barang di Indonesia turun” ujar Tauhid.

Selain itu, sumbangan investasi terhadap perekonomian 2020 tidak begitu menggembirakan. Menurut Tauhid walaupun secara nominal meningkat namun dilihat dari pertumbuhan penanaman modal asing saat ini hanya tumbuh 8 persen. Lebih miris lagi sektor tersier yang menciptakan lapangan kerja dan produksi yang berkelanjutan tidak dilirik.

Tauhid menggarisbawahi konsumsi swasta yang cendurung bergerak turun dan suilit keluar dari angka 4,5 persen, sedangkan konsumsi swasta memiliki andil besar dalam perekonomian. Hal ini diperburuk dengan tekanan kenaikan BPJS dan tarif dasar listrik 900 watt.

“2020 tekanan ekonomi diperburuk dengan kenaikan BPJS, tarif dasar listrik 900 lebih terasa, beberapa peluang kenaikan harga juga besar di bahan pangan, itu yang membuat konsumsi domestik turun. Itu dasar INDEF memprediksi ekonomi hanya tumbuh 4,8 persen tahun depan,” pungkas Tauhid.