Indonesia Jadi Salah Satu Negara Pemberi Insentif Covid-19 Terbesar di Asia

Loading

goodmoneyID – Pemerintah telah memutuskan untuk menambah stimulus dalam menanggulangi dampak negatif penyebaran COVID-19. Total tambahan anggaran yang disalurkan mencapai Rp 405 triliun atau setara 2,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).  Tambahan anggaran ini ditujukan pada sektor kesehatan, perlindungan sosial, insentif perpajakan dan pemulihan ekonomi nasional.

Piter Abdullah Redjalam, Direktur Riset CORE Indonesia mengatakan, dengan angka sebesar ini, Indonesia menjadi salah satu negara pemberi insentif terbesar di Asia.

“Jumlah insentif fiskal pemerintah lebih besar dibandingkan beberapa negara seperti Tiongkok (1,2% terhadap PDB), Korea Selatan Sebesar Rp 356 triliun atau 0,8% dari PDB, ataupun India (0,5%), namun angka ini lebih kecil dibandingkan Thailand (3%) ataupun Malaysia (17%),” ujarnya dalam laporan CORE Indonesia, Kamis (09/4).

Diketahui, Malaysia akan menggelontorkan bantuan senilai 250 miliar ringgit atau setara dengan Rp 930 triliun rupiah sebagai upaya menstabilkan perekonomian dan memerangi pandemi COVID-19.

Piter menyayangkan tambahan anggaran ini diproyeksikan tidak dapat diimbangi oleh kenaikan penerimaan negara pada akhir tahun nanti. Pertumbuhan penerimaan negara akan jauh menurun dibandingkan tahun lalu yang disebabkan oleh 2 faktor utama.

“Penerimaan negara akhir tahun 2020 bakal menurun karena dua faktor, pertama dari luar negeri, dimana harga sejumlah komoditas mengalami penurunan imbas dari melambatnya permintaan global termasuk harga minyak mentah yang anjlok di bawah US$25. Selain karena melemahnya permintaan global, ini juga dipicu oleh gagalnya kesepakatan negara-negara produsen khususnya Arab Saudi dan Rusia untuk memangkas produksi minyak,” terang Piter.

Faktor kedua lanjut Piter yaitu dari dalam negeri, dimana saat ini terjadi pelemahan permintaan domestik yang berdampak pada melambatnya aktivitas pada sektor-sektor penyumbang penerimaan negara.

Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia yang sudah menunjukkan kontraksi sejak pertengahan tahun lalu, pada Maret 2020 bahkan anjlok lebih dalam hingga ke level 45. Serta melambatnya sektor manufaktur akan berdampak pada penerimaan perpajakan, karena sektor ini menyumbang sekitar 30% dari total penerimaan pajak.

“Kombinasi kedua faktor ini diprediksikan akan menekan penerimaan negara sampai dengan akhir tahun nanti. CORE memprediksikan penerimaan Perpajakan (pajak dalam arti luas) akan berada di kisaran Rp1,452 – Rp1,514 triliun. Jauh lebih rendah dibandingkan realisasi tahun lalu yang mencapai Rp1,462 triliun,” pungkas Piter.